Part 59

22.5K 3K 78
                                    

Selama perjalanan pulang, Haechan terus menangis. Ia tidak peduli dengan bekas tamparan di pipinya, kedua tangannya juga terus bergetar. Yang membuat Renjun khawatir.

Selama ini, baik mereka maupun keluarganya tidak pernah main tangan. Mereka juga tidak pernah membentaknya seperti itu, mungkin hanya sesekali itupun oleh Seungmin. Selain dari itu, mereka selalu memperlakukan Haechan dengan baik.

Sekarang tiba-tiba ada yang menamparnya, Renjun ingin membunuh orang itu segera. Beraninya dia menampar adiknya padahal dia saja selalu memperhatikan Haechan dengan baik. Orang itu mencari kematian!!

Untungnya malam ini Jaemin membawa Bentley Mulsane hitam miliknya, jadi mereka tidak akan kesulitan saat berkendara pulang.

"Jaemin, pelankan sedikit..." ujar Renjun, pasalnya kekasihnya itu mengemudi dengan kecepatan yang cukup tinggi.

Jaemin tidak menggubisnya, ia malah menghubungkan Bluetooth earphones miliknya dan mendial nomor seseorang. "Kita percepat rencana kedua, dan selesaikan semuanya dalam satu pukulan."

Setelah itu, dia menutup panggilan. Diliriknya kursi belakang melalui kaca depan, Haechan tampak menyedihkan saat ini. Pegangannya pada stir mobil menjadi lebih erat, ia bersumpah akan melakukan apapun untuk membalas orang yang telah membuat Haechan seperti ini seribu kali lipat.

Ketika mereka sampai di rumah, ibunya melihat Haechan yang tertunduk dengan cetakan telapak tangan diwajahnya. Dengan perasaan khawatir seorang ibu, dia mendekatinya dan mengelus pipi tembam putranya.

"Siapa yang melakukan ini padamu?" suaranya sedikit bergetar menahan tangis. Ia tahu putranya anak yang baik, bagaimana bisa dia mendapatkan tamparan seperti ini.

Haechan tidak menjawab, dia melangkah maju dan memeluk ibunya. Menangis, untuk menumpahkan semua perasaannya sekarang. Ayahnya, yaitu Tuan Huang berjalan mendekati mereka karena penasaran dan melihat keadaan Haechan.

Dia lalu menatap Renjun, "kau tahu siapa yang melakukannya?" tanya ayah Huang.

"Ayah... Aku..."

"Paman tenang saja, aku akan memberi pelajaran yang setimpal untuk orang itu. Haechan tidak bersalah, dia hanya di fitnah tanpa bukti. Bahkan jika perlu kita bisa mengambil jalur hukum untuk ini." Jaemin memotong ucapan kekasihnya dan menjelaskan.

Ayah Huang mengangguk paham, "jangan terburu-buru mengambil jalan hukum, jika kita bisa berdiskusi untuk masalah ini dengan pihak lain maka itu lebih baik." ia berkata dengan bijak, tangannya mengelus surai coklat Haechan dengan lembut.

Walaupun dia adalah anak tirinya, ayah Huang tidak pernah membeda-bedakan antara Renjun ataupun Haechan. Dia selalu bersikap netral dan memberi mereka semua hal sama rata. Sekarang, melihat salah satu putranya pulang dengan air mata mengalir dan bekas tamparan diwajahnya ia jelas merasa marah juga.

Tapi ia harus berpikir secara rasional, dan menahan amarahnya dalam hati. Jika masalah ini bisa diluruskan dengan cara baik-baik maka ia akan melakukannya, tapi jika pihak lain tidak mengambil inisiatif untuk meminta maaf dan menjelaskan maka dia akan dengan senang hati meminta Jaemin untuk mengambil jalur hukum.

"Bawa Haechan ke kamarnya." titah ayah Huang pada istrinya.

Nyonya Huang mengangguk dan membawa putranya ke lantai dua, ke kamarnya. Setelah mereka menghilang dibalik pintu, ayah Huang menatap dua orang yang tersisa. "Bisa kalian jelaskan apa yang terjadi?" ia mengangkat alisnya.

Renjun mengangguk. Ayah Huang mengajak mereka untuk duduk di sofa, dan menuangkan teh untuk keduanya.

"Jelaskan." pinta ayah Huang.

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang