Part 56

21.9K 3K 742
                                    

Tadinya aku mau up pas pagi, tapi gegara part 55 ilang alhasil aku ga nulis apa-apa:')
Maklum, aku panikan orangnya :"

___________

Seperti janjinya pada sang ayah, Jaemin datang ke gedung perusahaan pusat ditengah kota Seoul. Sebuah bangunan tinggi dengan belasan lantai. Di bagian luarnya terdapat logo perusahaan.

Di lobi, beberapa wanita bertugas dimeja depan. Ketika mereka melihat Jaemin, secara spontan mereka membungkuk hormat. Dia memang sering datang ke perusahaan, tapi itu hanya untuk belajar mengelolanya dan hanya beberapa kali.

"ayahku ada di ruangannya?" tanya Jaemin pada mereka.

Salah satu wanita itu tersenyum dan mengangguk sopan, "Presdir sudah menunggu anda di ruangannya."

Ia lalu mengangguk dan langsung berjalan menuju lift, dan menuju ke ruangan sang ayah.

Disisi lain, Haechan sudah selesai kelas dan kini saatnya untuk menjemput ketiga anak asuhnya. Matanya sedikit bengkak karena menangis tadi, padahal ia sudah mengompresnya dengan es batu yang dibawakan Jaemin.

Ia tetap bersikukuh tidak mau mengatakan masalahnya, yang membuat Renjun, Jaemin ataupun Seungmin nenyerah. Namun setidaknya mereka mengetahui beberapa hal lain, ada yang mencoba membuat Haechan kesulitan.

Tentunya itu secara tidak langsung mengibarkan bendera perang pada Jaemin dan Seungmin, dan sekarang mereka tengah bersiap tanpa sepengetahuan Haechan. Lalu Renjun? Dia menjadi pengalih perhatian agar Haechan tidak memikirkan apapun dan menghentikan mereka.

Dia sudah sampai di taman kanak-kanak tempat Chenle dan Jisung bersekolah, dia akan menjemput Jisung karena Chenle masih dalam hukuman skorsing. Chenle tengah berada di panti asuhan untuk belajar banyak pengalaman hidup.

Dari gerbang dia sudah melihat si bungsu keluarga Lee itu sudah keluar dari kelasnya, dia berlari kearah Haechan tatkala ia menyadari bahwa pengasuhnya sudah menjemputnya.

"Haechan hyung!!" seru Jisung, tasnya bergerak-gerak dan rambutnya tertiup angin. Dia tampak menggemaskan.

"Bagaimana sekolahmu?" tanya Haechan lembut, ia mengelus rambut Jisung ketika anak itu berada didepannya.

"Baik! Sangat baik malah, tadi guru Shin memuji Jisung karena bisa membuat gambar yang bagus!!" jawab Jisung penuh semangat. Ia melihat mata Haechan yang sedikit membengkak dan bisa menebak bahwa pemuda manis itu habis menangis.

Namun dia tidak mengatakan apapun, karena Jeno bilang menangis itu bukan untuk menunjukkan kita cengeng tapi itu menunjukkan bahwa kita sedang dalam keadaan paling lemah. Jisung tahu Haechan hyungnya sedang dalam keadaan terlemahnya, dan itu semua karena sang ayah yang bodoh.

"Ayo kita pulang..." ajak Haechan.

"Kita tidak pergi ke panti asuhan?" tanya Jisung sambil memiringkan kepalanya.

Haechan menggeleng pelan, "Papamu sudah pulang, dia pasti merindukan kalian. Kita pergi saat akhir pekan saja ya?"

'rindu kentut! Papa hanya sibuk dengan wanita jelek itu!' batin Jisung dengan marah.

Ia mempoutkan bibirnya lalu menghela nafas panjang, "baiklah..."

"Anak pintar, kalau begitu ayo jemput kedua saudaramu." Haechan mengusap kepalanya dan menuntun Jisung menuju mobil.

Ditempat yang agak jauh, terdapat seorang wanita tengah mengamati interaksi keduanya. Wajahnya menujukkan rasa jijik yang sangat. Ia bahkan mendengus ketika mendengar perkataan Haechan.

"Orang yang selalu bersikap seperti malaikat itu benar-benar menjijikkan!!" ujarnya pelan.

"Oh ya? Lebih menjijikkan mana dengan iblis jelek sepertimu?" ujar seseorang dibelakangnya.

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang