Part 89

20.3K 2.6K 139
                                    

Seneng pasti nih

________

Diam, senyap. Tidak ada yang mengatakan apapun. Karena merasa tidak sabar, orang itu kembali menampar hingga membuat pengunjung mall lain memekik tertahan.

"Katakan!!" titah orang itu.

Haechan kenal suara itu, itu adalah suara Jaemin, calon kakak iparnya sekaligus sahabatnya. Ia menatap pemuda yang berdiri membelakangi dirinya itu dengan pandangan tak terbaca.

"Apa kau tuli?!" ujar Jaemin dengan tidak sabar. "Kau dengan seenaknya membeberkan kesalahan yang sebenarnya kau perbuat dan menimpakan semuanya pada orang lain, APA KAU TIDAK PUNYA MALU SIALAN?!"

Mina tampak terkejut dengan ucapan Jaemin, ia tentunya kenal siapa pemuda Na itu. Belum lagi, anak perusahaan yang ia kelola sedang naik pesat.

"Siapa yang kau bilang jalang hah?! Kau jalang seluruh keluargamu juga jalang sialan!!" cerca pemuda itu dengan suara keras, tak lupa wajahnya yang emosi membuatnya tampak menakutkan.

"Kau berani merebut kekasih adikku dengan menghipnotisnya dan membuat adikku dipermalukan, apa kau seorang manusia?!" geram Jaemin, tangannya sudah terkepal kuat di kedua sisi tubuhnya.

Ia datang ke mall ini untuk menjadi investor tempat ini, tapi ia malah mendapati orang yang selama ini ia jaga dan perlakukan dengan baik dihina dan ditunjuk-tunjuk seperti tadi didepan umum.

Rasanya Jaemin ingin membunuh wanita itu sekarang juga, sungguh.

Ia sudah tahu apa yang terjadi sebelumnya dari Lucas, kolega perusahaannya sekaligus sepupu pacarnya. Dan ia semakin benci pada keluarga Kang, terutama wanita iblis ini.

Berani menyentuh adiknya? Ia akan membuat wanita itu menderita ratusan kali lipat.

"Aku tidak akan melakukan apapun padamu, tapi bukan berarti perusahaan keluargamu tidak." ujarnya dengan suara lirih, yang hanya bisa didengar oleh ia dan Mina. "Cam kan itu iblis!" desisnya.

Setelah itu ia membawa Haechan pergi, mengabaikan calon rekan bisnisnya dan pemilik gedung ini yang masih terdiam disana. Berusaha mencerna apa yang sebenarnya terjadi.

Begitu tersadar, mereka langsung menyusul Jaemin namun pemuda itu sudah menghilang. Orang-orang yang tadinya ingin menjalin kerjasama dengannya kesal, karena wanita Kang itu cabang emas mereka pergi.

Mereka akan mengeluh pada patriark keluarga Kang dan menuntut ganti rugi, sudah banyak menghabiskan waktu tapi tidak mendapat apa-apa selain kekacauan. Siapa yang tidak marah?

Penonton sebelumnya sudah bubar, dan Mina menjadi takut sendiri dengan ancaman dari Jaemin. Jika benar ia akan melakukan sesuatu pada perusahaan keluarganya, maka ia bisa disiksa oleh kakaknya.

Dengan panik dan ketakutan yang besar ia berlari keluar dan menghentikan taksi, mengatakan alamat mansion Kang, dan menatap jalanan dengan cemas. Ia harus memperingatkan kakak dan ayahnya, lalu menyembunyikan kesalahannya.

Ya! Benar! Harus seperti itu, ia tidak bisa dihukum oleh ayah dan kakaknya!

Dengan begitu, ia menunggu sampai ke mansion dengan meyakinkan dirinya sendiri bahwa apa yang ia lakukan itu tidak salah.

Di lain tempat, Jaemin membawa Haechan ke sebuah taman yang sepi. Mendudukkannya di ayunan dan berjongkok didepannya.

Sungguh, ia tidak tega melihat sosok yang sudah ia anggap adiknya sendiri menangis seperti ini. Belum lagi, dia terkena serangan panik dan membuatnya sulit bernafas.

"Hei, Channie... Jangan menangis okay? Tenangkan dirimu, lihat aku..." ia mengelus pipi tembam Haechan dengan lembut dan mengusak surai coklat madunya perlahan.

"Semuanya baik-baik saja... Percayalah... Orang-orang itu tidak akan berani menyentuhmu, apalagi menamparmu seperti itu. Lihat aku..." sambungnya.

Haechan akhirnya menatap wajah sahabatnya itu, namun air matanya tidak berhenti mengalir. Membuat Jaemin ingin mecekik Mina sekarang juga.

'Jika saja itu bukan ditempat ramai, kupastikan nyawamu sudah hilang ditanganku Kang Mina!! Sialan!!'

"Hei, jangan menangis... Kau tidak mau kan melihatku di pukuli Renjun karena kau menangis? Bagaimana jika dia tidak mau menerima telfonku dan memutuskan untuk tidak menikah denganku?" ujar Jaemin, wajahnya terlihat menyedihkan dengan bibirnya yang mengerucut.

Haechan yang tadinya merasa sedih, seketika terkekeh melihatnya bertingkah imut. Ia berusaha menghapus air matanya namun tangan Jaemin lebih gesit dan sudah menghapus air matanya lebih dulu.

"Jangan menangis lagi, berjanjilah." Jaemin meletakkan tangan yang lebih kecil dari miliknya itu di pipinya, dan menatap Haechan dengan lembut. "Kau tahu? Jika kau menangis, aku ataupun Renjun jadi ikut sedih. Kau adalah fullsun kami, jika sang matahari menagis maka makhluk fana akan ikut bersedih karena kehangatannya memudar..."

Haechan tersenyum tipis, lalu mengangguk kecil. Membuat Jaemin tertawa puas dan memainkan tangan Haechan. Karena ukurannya lebih kecil dengan lemak bayi, Jaemin menyukai tangannya. Menurutnya itu seperti tangan Yeonwoo, lembut dan menggemaskan. Ia kan jadi ingin mengadopsi Haechan sebagai putranya juga, namun Renjun tidak mau.

Itu sebabnya ia sering memainkan tangan Haechan, untungnya saat ini tidak ada Renjun kalau tidak ia pasti akan dimarahi.

"Ayo pulang, aku akan mengantarmu." ujar pemuda itu setelah puas bermain dengan tangan Haechan. Sementara si pemuda manis hanya mengangguk mengiyakan, suaranya serak karena menangis.

Belum lagi serangan paniknya belum mereda, ia butuh obat tapi obatnya tertinggal di apartemen tempat ia tinggal.

Ia harus menenangkan dirinya perlahan agar ia bisa kembali seperti semula, Taeyong sudah mengajarinya hal ini jika ia tidak membawa obatnya.

"Aku sudah tahu tentang Mark." ujar Jaemin saat ia sedang mengemudi, Haechan melihat kearahnya dengan bingung.

"Itu bukan semua salahnya, tapi karena wanita ular itu." sambung Jaemin. "Tapi, meskipun begitu dia juga salah."

"Jika... Jika dia mendekatiku lagi... Apa kau akan marah?" tanya Haechan dengan hati-hati.

"Tergantung." jawab pemuda itu. "Jika dia berani datang padaku dan Renjun untuk mengakui kesalahannya, kami bisa memaafkannya."

"Tapi itu jika dia berani..." ujar Jaemin kemudian, lalu mendengus.

"Nana... Jangan marah padanya terus..." pinta Haechan.

"Kau masih menyukainya bukan?" Jaemin malah bertanya.

Haechan terdiam, tak tahu harus berkata apa. Ia memang masih menyukai pria itu.

"Kau bisa kembali bersamanya jika dia berani mengatakan kesalahannya pada kami, juga pada ayah dan ibumu." Jaemin melanjutkan. "Hanya itu syarat dariku. Jika dia bisa, kami bisa membiarkanmu kembali bersamanya."

Haechan tersenyum, "terima kasih..."

Jaemin hanya mengusak surai coklat madunya dan kembali fokus menyetir, sementara Haechan merasa senang karena bisa bersama Mark lagi. Tentunya ia tidak terlalu menunjukkan hal itu, lagipula Mark harus melewati para mama beruang itu untuk mendapatkannya.

Apalagi Renjun, ia tahu saudaranya itu sulit untuk dimintai maaf. Saat Jaemin mengabaikannya karena pekerjaan saja Renjun baru memaafkannya saat kekasihnya itu sakit. Sangat sulit memang.

Yahhh... Anggap saja itu ujian untuk Mark demi mendapatkan Haechan.

To be continued

__________

Aku dobel loh hehe seneng gak? Komen yang banyak ya

====

Hei, jika kalian suka dengan ceritanya dan ingin penulis lebih cepat update ayo dukung penulis dengan berikan pulsa ke nomor 089618726827

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang