Part 38

27.7K 3.8K 87
                                    

Si ochi ini minta sekali buat di lempar batu ya:)

_________

Haechan terus membisikkan kata-kata penenang pada si sulung dan memberikan pengertian agar anak itu mengerti situasi ayahnya dari sudut pandang lain, lalu berjanji akan menghabiskan waktu bersamanya nanti.

Setelah tangisannya berhenti dan ia menjadi tenang, Jeno melepaskan pelukannya pada pemuda manis itu. Ia mengusap noda air mata di sudut matanya dan menunduk, ia terlalu malu untuk menatap wajah pengasuhnya sekarang.

Haechan tersenyum lembut, ia mengelus surai hitam milik Jeno dan menghapus bekas air mata di pipinya yang sedikit berisi. "Sekarang tidurlah, hyung akan berbicara pada papa untuk masalah ini..."

Jeno mengangguk pelan, "selamat malam hyung..." ujarnya dengan suara parau.

Setelah itu si sulung berjalan gontai menuju kamarnya yang disatukan dengan dua adiknya. Dia melirik ranjang susun milik keduanya, dimana mereka sudah tertidur lelap dan menunjukkan wajah polos mereka. Jeno menghela nafas panjang dan naik ke kasur single bed nya sendiri, lalu menaikkan selimutnya dan mulai tertidur.

Sementara itu di ruang cuci Haechan masih merapikan peralatan yang dipakai ketiga anak itu untuk mencuci, lalu duduk di kursi kecil yang ada di sana. Ia mengambil ponselnya dan mendial nomor Mark. Dari seberang panggilan ia mendengar nada tunggu yang cukup lama sebelum akhirnya diangkat.

"Haechan?" suara Mark terdengar, samar-samar terdengar suara kendaraan melintas disana.

"Hyung..."

"Hmm? Apa kau merindukanku?" Mark terkekeh saat mengatakan itu.

"Yahh.. Tapi anak-anak lebih merindukanmu." jawab Haechan. "Apa pekerjaanmu sudah selesai?"

"Ya, hampir. Mungkin aku bisa pulang dengan pesawat malam ini. Kenapa?" balas Mark, tumben sekali si pemuda manis itu bertanya tentang pekerjaan.

"Syukurlah, aku senang mendengarnya. Ehm.. Aku ingin mengajakmu dan anak-anak untuk melakukan perkemahan musim panas, bisakah? Jeno ingin menghabiskan waktu denganmu, dia ingin melakukan apa yang teman-temannya lakukan bersama ayah mereka." jelas Haechan.

Mark yang mendengarnya tertegun. Oh benar, dia hampir tidak pernah melakukan hal yang seharusnya dilakukan seorang ayah dengan anak-anaknya. Andai saja Haechan tidak mengingatkannya mungkin ia akan melewatkan seluruh masa kecil ketiga anaknya.

"Tentu, aku akan mengosongkan jadwalku nanti. Katakan saja padaku saat waktunya tiba." Mark setuju tanpa ragu, kapan lagi ia bisa menghabiskan waktu dengan mereka jika sekarang ia menolaknya?

Haechan tersenyum sumringah, "terimakasih hyung! Bagaimana jika kita melakukannya setelah penampilan Jeno? Itu juga waktunya liburan musim panas untuk mereka, jadi kita tidak perlu meminta cuti pada sekolah."

Setelah itu mereka mulai merancang rencana perkemahan keluarga usulan Haechan. Awalnya Haechan hanya ingin melakukannya di halaman belakang mansion Mark, namun si duda tampan itu menolaknya dan mengusulkan agar pergi ke daerah pedesaan dan mengajak beberapa teman untuk melakukannya agar lebih ramai.

Haechan setuju, dan itu terus berlanjut hingga tiga jam berlalu. Bahkan pakaian yang dicuci ketiga anak itu sudah kering total, dan ia rapikan. Jam di dinding sudah menunjukkan pukul 22 malam, ia beranjak sambil membawa tiga pakaian ditangannya.

Saat melihat ke dalam kamar tiga anak itu, Haechan tersenyum. Anak-anak tetaplah anak-anak meski mereka selalu bersikap kuat dan dewasa saat didepannya. Ia lebih senang saat mereka menunjukkan sisi anak-anak mereka daripada sisi dewasanya, karena dengan begitu mereka benar-benar terlihat seperti anak pada umumnya yang memiliki keinginan untuk mendapatkan sesuatu.

[END]Mom For UsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang