Aku nulis online, soalnya kalo offline wattpad nya nyuruh revisian mulu. Padahal aku belum semester akhir kuliah :(
________
Setelah mengantar si sulung dan si bungsu ke sekolah, Haechan membawa Chenle ke universitasnya. Ya, dia membawanya ke sana untuk dititipkan pada Renjun saudaranya.
Karena kemarin dia tidak masuk kelas, dia tidak bisa bolos lagi. Jadi ia meminta bantuan Renjun dan calon kakak iparnya Jaemin untuk menjaga Chenle selama beberapa jam, Renjun setuju setelah dibujuk oleh kekasihnya dan iming-iming boneka moomin dari Haechan.
Jadi sekarang ia mengemudi mobil ke gedung fakultasnya dan memarkir mobil di tempat parkir khusus mahasiswa. Ia membuka seatbelt, membawa tas dan buku-bukunya yang disimpan di kursi belakang, lalu membuka pintu. Si kecil Chenle sudah turun terlebih dahulu dan tengah memperhatikan sekitarnya.
"Haechan hyung, ini sekolahmu?" tanya Chenle penasaran. Ia menunjuk ke gedung yang berada beberapa meter dari mereka. "Apa kau belajar di gedung itu?"
Haechan mengangguk sambil tersenyum, "ya, ini sekolahku. Kelasku berada di lantai dua, dipojok kiri setelah keluar dari lift." jelasnya.
Chenle mengangguk paham.
"Ayo.." ajak Haechan, ia memegang buku-bukunya di tangan kanan dan memegang tangan Chenle ditangan lainnya.
Sekarang ia tampak seperti orang tua muda yang membawa anaknya -yaa...hampir-.
Banyak mahasiswa yang kenal dengannya menyapa Haechan sambil memuji Chenle yang tampak imut, juga tak jarang mereka menggodanya dengan bertanya Chenle anak siapa. Ia hanya tersenyum tanpa menjawab pertanyaan mereka, sementara Chenle hanya menatap orang-orang yang lalu lalang itu dengan ekspresi polos.
Jika Jisung yang berada di posisinya, anak itu pasti akan berteriak sambil memeluk Haechan dan mengatakan bahwa pemuda manis itu adalah ibunya. Chenle menghela nafas dal hatinya, ia bersyukur itu bukan Jisung yang berada disini. Kalau tidak maka Haechan mungkin harus menanggung malu dan ditanyai hal yang macam-macam.
Ia mengerti maksud pertanyaan orang-orang itu, tapi Haechan adalah orang yang jujur dan bersih selama menjadi pengasuhnya. Mustahil baginya untuk memiliki anak diluar nikah, karena pemuda manis itu tampak tidak tahu apa-apa. Tidak seperti teman ayahnya Lucas, orang itu sangat mesum hingga Chenle muak dan ingin menamparnya.
Pria tinggi dengan senyuman konyol itu bahkan tidak merasa canggung saat mengatakan hal-hal yang kotor padanya dan Jeno, untung saja kakaknya itu orang yang tidak peduli pada apapun. Jadi dia tidak terpengaruh.
Lalu bagaimana dengannya? Chenle hanya diam-diam menahan perasaan ingin muntah setiap kali mendengar perkataannya.
"Itu dia!" ujar Haechan membuyarkan lamunannya. Ia membawa Chenle ke arah sepasang pemuda yang tengah bermesraan --eh berkelahi?-- di bangku taman dibawah pohon willow besar.
Satu orang memukul lengan yang lain, sementara yang satu tertawa sambil menahan tangan orang itu. Pemandangan yang bisa dibilang romantis namun sedikit masokis, benar bukan?
"Renjun! Jaemin!" seru Haechan, tangannya tak melepaskan tangan Chenle. Ia tersenyum kepada dua orang itu, lalu mengangguk pada Chenle disampingnya. "Ayo Chenle..."
Renjun mendorong pemuda disampingnya hingga tersungkur lalu berdiri dan menghampiri adik tirinya. "Eh? Bukankah ini anak yang waktu itu?" ia menatap Chenle yang berada di samping Haechan.
"Halo hyung..." sapa Chenle sambil tersenyum, matanya menyipit lucu karena tersenyum. "Namaku Lee Chenle!"
Renjun ikut tersenyum dan mensejajarkan tubuhnya dengan Chenle, "Hai Chenle! Aku Renjun, panggil saja aku hyung atau Injun hyung."
Chenle mengangguk patuh, "yaa injun hyung..."
"Hai Chenle namaku Na Jaemin, panggil aku Nana hyung oke jagoan??" ujar Jaemin yang sudah berdiri dibelakang Renjun. Ia tersenyum lebar saat menatap Chenle.
"Hai Nana hyung..."
"Maaf merepotkan kalian, aku titip dia beberapa jam. Hari ini ada mata kuliah penting yang harus aku hadiri, jadi aku tidak bisa menjaganya." jelas Haechan dengan menyesal.
"Tidak perlu sungkan, kami bisa menjaganya. Lihatlah saudaramu, dia bahkan sudah akrab dengan anak itu!" balas Jaemin dengan santai, ia menunjuk pada Renjun yang sudah membawa Chenle ke bangku taman tempat mereka sebelumnya.
Haechan terkekeh kecil, "Jaem, aku titip mereka padamu. Sampai jumpa saat makan siang, nanti aku yang traktir!" ia berlari kecil menuju ruang pengajaran, karena sebentar lagi kelasnya akan dimulai.
Jaemin hanya melambai, lalu menghampiri dua orang yang tengah mengobrol dengan serius di kursi taman.
"...aku di skors." ujar Chenle, wajahnya tidak tampak sedih sama sekali.
"Oh? Kenapa kau bisa diskors?" tanya Jaemin yang baru saja duduk disampingnya.
Chenle menatapnya dan menjawab. "Huening menghina keluargaku, jadi aku kesal dan memukulnya."
Jaemin tertawa terbahak-bahak, "anak itu pantas mendapatkannya! Kerja Bagus jagoan!" ia menepuk kepala Chenle dengan antusias.
Sementara Renjun mendelik padanya, "harusnya kau mengajarkan sesuatu yang baik pada seorang anak! Bukannya malah membiarkan dia berkelahi! Na Jaemin sialan!"
"Hei itu tindakan melindungi diri! Itu tidak salah asalkan bukan dia yang memulai!" sanggah Jaemin sambil mengedikkan bahunya acuh.
"Tapi dia masih kecil Nana! Kau tidak boleh menyetujui tindakannya!" Renjun tak mau kalah.
Mereka terus berdebat, membuat Chenle menatap mereka dengan bingung. Bukankah ia yang dihukum? Kenapa mereka sangat serius mengenai hal ini? Padahal pengasuhnya saja tidak seperti ini...
Namun itu lain ceritanya jika sang ayah yang tahu, ia bisa dipindahkan ke Canada dan berpisah dengan kedua saudaranya. Ayahnya menyeramkan....
Ia jadi ingat bahwa ia harus berkata jujur pada ayahnya mengenai hal ini, dan perasaan takut itu kembali datang. Ia bergidik ngeri saat membayangkan wajah marah sang ayah.
Jaemin yang melihat keanehan Chenle mengangkat alis, "hei ada apa? Sepertinya kau sedang ada masalah?"
Chenle tersentak dan menatap Jaemin tanpa daya. "Sepertinya aku dalam masalah..."
"Hm? Masalah?" beo pemuda tengil itu.
Chenle mengangguk pelan.
"Ceritalah, mungkin kami bisa membantu walau sedikit." ujar Renjun sambil mengusap kepala Chenle dengan lembut.
Chenle menatapnya dengan pandangan berbeda, saudara tiri pengasuhnya ini tidak jahat seperti saudara tiri Cinderella. Dia bahkan sama lembutnya seperti Haechan saat menghadapi anak kecil, walaupun sangat garang jika menghadapi pemuda bernama Jaemin itu. Dalam hati Chenle tersenyum, Haechan beruntung memiliki saudara sepertinya.
Ia menghela nafas dan mulai menjelaskan, "Aku..."
To be continued
___________Maap banget kupotong hehe
Ini adalah chapter terakhir dari beberapa chapter sumbangan donatur.
Bagi yang mau memberi donasi ini nomornya 089618726827
10k= 3 chapter
Malem~
KAMU SEDANG MEMBACA
[END]Mom For Us
FanfictionKisah manis tentang seorang CEO duda tampan dan ketiga anaknya yang lucu. CEO tersebut bernama Mark Lee, dia adalah seorang single parents karena istrinya meninggal setelah melahirkan putra ketiga mereka. Mark yang terlalu mencintai istrinya tak ing...