Oto City...
Semua orang tahu bahwa Oto adalah kawasan yang ramai, terutama di pusat kota. Deretan toko-toko selalu dijejali orang-orang yang berbelanja atau yang hanya sekedar mencuci mata. Jalanan penuh sesak oleh para pejalan kaki nyaris sepanjang waktu. Suasana hiruk pikuk seperti itu sudah biasa terjadi, terutama di tengah hari seperti sekarang ini. Suara sirine mobil polisi yang meraung-raung atau teriakan "Copet!" terkadang menjadi pemeriah suasana. Bahkan sepasang kekasih yang bertengkarpun bisa dijumpai dengan mudah dan sudah biasa menjadi tontonan gratis bagi orang-orang seperti layaknya opera sabun di televisi.
Tapi rupanya bukan pencopet ataupun pasangan kekasih yang tengah bertengkar yang menjadi penyemarak suasana di siang hari yang panas itu.
"LEPASKAN AKU, BRENGSEK!"
Suara teriakan itu kontan saja membuat kepala orang-orang yang berada dalam radius lima meter tertoleh. Beberapa menutup telinganya, merasa terganggu. Beberapa melempar pandang mencela sementara sebagian yang lain menatap penuh ingin tahu pada dua orang yang tengah berkutat di tengah keramaian itu. Seorang pria muda berambut hitam berkucir mencengkeram erat lengan pria yang lebih muda, setengah menyeretnya menerobos kerumunan.
"TIDAK! KAU HARUS IKUT AKU SEKARANG!" raung pria yang lebih tua.
"TIDAK MAU! LEPASKAN AKU!" pemuda yang diseretnya balas berteriak seraya mencoba melepaskan cengkeramannya.
"Berhentilah bersikap kekanakan, Sasuke Uchiha!" geram si pria berkucir, masih tetap mempertahankan cengkeramannya. Ia menggumamkan maaf pada wanita tua yang tak sengaja ditabraknya.
"Persetan!" pemuda yang dipanggil Sasuke mendesis, memandang pria itu dengan benci. "Aku tidak mau pulang ke rumah! Itachi, lepaskan aku!" dia meronta lagi.
"Tingkahmu ini seperti anak perempuan saja!" bentak Itachi tak sabar. "Aku tidak akan melepaskanmu. Kau harus ikut aku!"
"Sudah kubilang aku tidak mau!" kata Sasuke keras kepala.
"Mau jadi apa kau di jalanan? Gelandangan?" Itachi membeliak pada Sasuke.
"Peduli apa kau?!" akhirnya Sasuke berhasil menyentak lepas tangan Itachi. Sekarang dia sedang balas memelototi pria itu. "Memangnya kakakku-tersayang ini peduli padaku, ya?" desisnya sinis.
"Tentu saja aku peduli padamu, Idiot! Kalau tidak untuk apa aku repot-repot pulang ke Oto hanya untuk mencari adik-tersayangku yang kabur dari rumah, eh?" Itachi menukas. Belum pernah ia merasa semarah itu pada Sasuke. Tindakan-menuruti-emosi-sesaat yang dilakukan adiknya itu jelas membuatnya gusar luar biasa.
Mereka saling membeliak beberapa saat sebelum akhirnya Itachi menghela napas, mengalah. Mendesak adiknya yang keras kepala ini lebih jauh hanya akan memperburuk keadaan. "Baik. Aku tidak akan membawamu pulang ke rumah. Tapi kau harus ikut aku."
"Apa jaminannya kau tidak akan membawaku pulang ke rumah keparat itu?!" tantang Sasuke.
Ingin sekali rasanya Itachi menampar mulut lancang adiknya itu, tapi dia menahan diri. "Rumah kep-astaga, Sasuke. Siapa yang mengajarimu bicara kurang ajar seperti itu?!"
Sasuke membuang muka, tidak menjawab.
"Baik. Aku berjanji tidak akan membawamu pulang ke rumah, oke? Kau dengar aku, Sasuke?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...