"Kau yakin Sakura kemari?" Kakashi menatap tidak yakin ketika ia membawa mobilnya menepi, kemudian berhenti di depan pintu gerbang taman pemakaman umum Konoha. Pintu gerbang besi hitam itu tertutup.
"Aku yakin sekali," kata Azami dengan suara serak. Mata hijaunya juga menatap ke pintu gerbang. "Firasatku mengatakan seperti itu, Kakashi. Sakura pasti menemui ayahnya."
"Tapi kelihatannya tidak ada siapa-siapa," kata Kakashi, menggeleng pelan.
Namun Azami tidak menghiraukannya. Wanita itu segera keluar dari mobil dan berlari mendekati pintu gerbang. Betapa kecewanya ia ketika mendapati pintu itu dikunci dengan rantai dan gembok besar. Meski begitu Azami tetap yakin putrinya ada di sana-setidaknya pernah ada di sana. Dengan putus asa ia menoleh ke sana kemari, mencoba melihat ke arah pemakaman itu, berharap bisa menemukan Sakura di sana. Tapi tempat itu kosong dan gelap.
"Sepertinya Sakura tidak di sini, Azami," ujar Kakashi yang kini sudah berdiri di samping kakak iparnya, ikut melongok ke dalam.
"Tidak-dia ada! Sakura pasti ada! Aku bisa merasakannya!" seru Azami keras kepala. Ia mulai mengguncang-guncang pintu besi yang dingin itu, mencoba membukanya. Tapi pintu itu bergeming di tempatnya. Tidak menyerah, Azami kemudian memukul-mukul besinya dan berteriak putus asa, "SAKURA! KAU ADA DI DALAM, NAK? JAWAB IBU! KAU ADA DI SINI, KAN?!"
"Azami, sudahlah," bujuk Kakashi seraya memegangi kedua lengan Azami yang seperti orang kalap, "Sebaiknya kita lapor polisi saja-"
Azami mengabaikannya. "SAKURA! SAKURA!"
"SIAPA ITU?!" tiba-tiba terdengar suara serak seseorang berteriak dari dalam pondok tak jauh dari gerbang utama. Teriakan itu praktis membuat Azami terdiam. Mata hijaunya membeliak ketika melihat sosok gelap keluar dari pondok sambil mengarahkan cahaya senter padanya.
Azami tidak menyia-nyiakan kesempatan. Ia kembali berteriak, "Tuan! Tuan! Apa Anda melihat putri saya? Putri saya datang kemari, kan?!"
Sang penjaga makam berjalan terbongkok mendekati gerbang, tampak tidak terlalu senang dengan gangguan yang datang kedua kalinya malam ini. Ia benar-benar ingin bisa beristirahat dengan tenang malam itu, demi Tuhan!
"Apa Anda sudah gila berteriak-teriak di tempat pemakaman malam-malam begini, Nyonya?!" bentaknya tanpa repot-repot menyembunyikan rasa terganggunya. Matanya yang gelap dan berkantung itu membeliak mengerikan.
"Maafkan kami, Tuan," Kakashi lah yang berbicara. Tangannya diletakkan di bahu kakak iparnya agar ia tenang. "Kami sedang mencari seseorang. Kami kira dia mungkin datang kemari. Dia remaja putri dengan rambut merah muda, memakai mantel merah kotak-kotak, tingginya kira-kira segini," Kakashi membuat isyarat tinggi badan sebawah bahunya. "Apa Anda melihatnya?"
Pria tua itu mengernyit, mengawasi kedua pengganggunya bergantian dengan pandangan menilai. Ia kemudian memandang Azami agak lama. Ia mendengus keras, "Kalau yang kalian maksud anak perempuan gila yang hobinya menangis dan berteriak-teriak, dia sudah pergi."
Kakashi tampak kaget, tapi Azami lebih cepat darinya.
"Kalau begitu dia tadi kemari!" teriaknya. "Tuan, Tuan, bisakah Anda memberitahu saya kemana anak perempuan itu pergi?"
"Mana saya tahu!" tukas pria itu kasar. "Dia lari ke sana setelah saya suruh pergi." Ia menunjuk ke arah Sakura tadi berlari.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...