Bola sepak plastik yang mereka mainkan sudah tidak berbentuk lagi ketika Shizune muncul di pintu dan memanggil mereka untuk makan siang. Anak-anak langsung menyambutnya dengan riang, berlari berhamburan dari lapangan menuju gedung sambil tertawa-tawa. Sasuke, Sakura juga Naruto menyusul di belakang mereka, tampak sama riangnya.
"Kalian seharusnya tidak perlu repot-repot membuat ini semua," kata Naruto lemas ketika mereka tiba di ruang rekreasi. Ia memandang untaian kertas hias dan balon yang menghiasi ruangan itu dengan tatapan terharu, lalu ke arah papan tulis yang bertuliskan 'Happy Birthday, Kak Naruto!' besar-besar dengan kapur warna-warni.
"Adik-adikmu yang ingin, Naruto," kata Genma sambil merangkul istrinya yang tersenyum melihat ekspresi tidak percaya Naruto. "Lagipula, kau tidak berulang tahun ke-tujuhbelas setiap tahun bukan? Kita harus membuatnya istimewa tahun ini!"
Sasuke dan Sakura bertukar pandang agak bingung. Bukankah sejak awal Naruto sudah berada di tempat ini? Bagaimana ia bisa tidak tahu mereka semua menyiapkan ini? Tapi mereka segera mendapatkan jawabannya ketika Iruka memberitahu mereka sambil tertawa bahwa Naruto kalau sudah bertemu adik-adiknya di panti suka lupa diri sehingga tidak memperhatikan apa-apa selain anak-anak itu.
Setelah ramai-ramai menyanyikan lagu selamat ulang tahun untuk Naruto dan memotong kue—Naruto memberikan potongan pertamanya pada Iruka, tentu saja—mereka melanjutkan dengan acara makan-makan. Memang, masakan yang dibuat Shizune sangat sederhana. Tapi makanan sederhana itu justru terasa sangat nikmat tatkala kau menikmatinya bersama orang-orang yang berarti. Setidaknya itulah yang dirasakan Sasuke saat itu.
Orang-orang yang berarti? Sasuke tiba-tiba saja tertegun. Benarkah—ia memandang Sakura yang tengah menuang limun ke gelas Naruto. Benarkah Sakura dan Naruto kini sudah menjadi orang-orang yang berarti baginya?
Sebuah tepukan di bahu membuyarkan lamunannya. Ia mengerjap kaget ketika Sakura sudah duduk di sebelahnya di kursi di sudut ruangan, agak jauh dari Naruto dan adik-adiknya. Sakura membawa dua potong kue tart di atas piring kertas. Diulurkannya satu piringnya pada Sasuke.
"Kau sedang melamunkan apa sih?" gadis itu bertanya seraya memotong tart-nya dengan sendok lalu memasukkannya ke mulut. Mata hijaunya yang lebar menatap Sasuke penuh tanya.
"Tidak ada," sahut Sasuke pelan, memandang piring tart di tangannya.
Sakura memandangnya beberapa saat sebelum mengangkat bahunya dan melanjutkan menyantap tart-nya. "Kue-nya jangan dilihatin saja dong. Cobain deh. Enak..." katanya saat melihat Sasuke tidak menyentuh kue-nya.
"Aku tidak suka makanan manis," ujar Sasuke.
Sakura mengangkat alisnya. "Kau ini aneh. Mana ada orang yang tidak suka makanan manis," gadis itu terkekeh.
Sasuke hanya mengangkat bahunya.
Sakura kemudian menghela napas. "Setidaknya makan sedikit, untuk menghargai tuan rumah," ujarnya. "Lagipula makan kue tidak akan membuatmu mati," ia menambahkan dengan nada bergurau.
Sasuke mendengus pelan. Yeah, Sakura benar, pikirnya. Untuk menghormati tuan rumah—juga yang sedang berulangtahun. Ia membuat potongan kecil dengan sendoknya, membawanya ke mulut, mengulumnya perlahan-lahan, merasakan setiap butir rasa manis yang merasuk ke dalam indera perasanya. Rasa manis yang biasanya dibencinya, namun entah mengapa kali ini terasa begitu... lain. Ia menyukainya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...