Persahabatan diwarnai dengan berbagai pengalaman suka dan duka, dihibur-disakiti, diperhatikan-dikecewakan, didengar-diabaikan, dibantu-ditolak, namun semua ini tidak pernah sengaja dilakukan dengan tujuan kebencian.-00-
"Sakura tidak tinggal makan malam?" tanya Hinata ketika mereka sedang menuruni tangga kediaman Hyuuga.
Saat itu matahari sudah sepenuhnya tenggelam. Kedua gadis yang sebenarnya tidak terlalu akrab itu kelewat asyik mengobrol sampai-sampai tidak menyadari waktu, dan terkejut sendiri saat menyadari langit di luar sudah gelap.
Sakura tersenyum menyesal menanggapi tawaran baik hati Hinata. "Terimakasih, Hinata. Tapi hari ini aku sudah janji akan makan malam dengan keluargaku di restoran kami."
"Ah," Hinata terlihat sedikit kecewa, tapi buru-buru menutupinya dengan senyum manis.
Melihat kilas kekecewaan di wajah Hinata, Sakura menduga tidak sering kunjungan teman ke rumahnya seperti ini. Dan mengingat reputasi keluarganya di seantero Konoha, barangkali mereka terlalu canggung untuk datang langsung.
"Mungkin lain kali," kata Sakura kemudian, seraya mengamit lengan Hinata, "Pasti menyenangkan."
Hinata mengangguk dengan wajah berseri-seri. Keduanya lalu menuruni tangga bersama-sama, tepat ketika salah seorang pelayan rumah itu melesat melintasi ruang depan menuju pintu. Seorang gadis sekitar dua belas tahun yang rambut cokelat panjangnya tertutup topi woll putih tebal melangkah masuk begitu sang pelayan membukakan pintu. Tas biola tersampir di bahunya, selain ransel hitam sekolahnya. Dan di belakangnya—yang membuat hati Sakura mencelos—kakak sepupu Hinata yang juga seniornya di sekolah. Keduanya masih mengenakan mantel dan syal.
"Selamat datang, Nona Hanabi," sambut sang pelayan kaku. "Tuan Neji."
"Aa! Ada Kak Sakura!" Hanabi yang langsung menyadari kehadiran orang asing di sana berseru.
Sakura mengerjap, terkejut karena Hanabi masih mengenalinya, padahal mereka hanya bertemu beberapa kali dan itu pun tidak banyak berinteraksi. Dan adik Hinata masih belum berubah dari saat terakhir kali Sakura melihatnya—ceria dan penuh percaya diri, kontras dengan kakak perempuannya.
"Halo," balas Sakura canggung. Mata hijaunya beralih pada Neji yang entah mengapa terlihat sedikit salah tingkah. "H-Hai, Neji."
"Kak Neji, tadi Sakura habis mencoba kostumnya," beritahu Hinata sambil mengerling Sakura yang merona. Ia tersenyum. "Dia cantik sekali. Seharusnya kakak melihatnya tadi."
"Oh ya?" Neji seperti menghindari tatapan Sakura, tapi tampaknya tidak ada yang menyadarinya, karena saat berikutnya Hanabi berseru bersemangat,
"Benar? Kostum puteri raja itu kah? Wah, aku ingin lihaaat!" Dengan cepat, Hanabi menarik-narik lengan mantel Neji, "Kak Neji juga coba kostum yang kemarin ya. Pasti serasi!"
Wajah Sakura semakin memanas melihat antusiasme adik perempuan Hinata. Dan anggukan setuju juga tatapan memohon dari Hinata sama sekali tidak membantu.
"Lain kali saja," sahut Neji, disambut suara-suara kecewa dari dua saudarinya—dan senyum dari Sakura. "Sekarang sudah malam dan…" Neji mengerling gadis berambut merah muda di depannya, "bukankah Sakura sudah mau pulang?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Roman pour AdolescentsBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...