Naruto © Kishimoto Masashi.
.
Musim semi berlalu dengan cepat. Rasanya baru kemarin salju mencair, digantikan oleh kuncup-kuncup baru yang mulai terbangun dari fase dorman mereka. Tiba-tiba saja suhu udara mulai berubah, menandakan datangnya putaran awal musim panas.
Dan ini berarti banyak hal bagi para pelajar, baik itu hal-hal yang menyenangkan seperti kelulusan untuk siswa tahun terakhir, atau yang menyebalkan seperti ujian semester. Namun berhubung ujian sudah berakhir saat cerita ini dituturkan-bahkan mereka sudah menerima hasilnya beberapa hari yang lalu-saat-saat yang membuat otak mendidih itu sudah tutup buku dan menjadi bagian dari masa lalu yang tidak penting untuk diingat-ingat lagi. Hanya tinggal keceriaan akhir tahun ajaran dan semangat menyambut liburan musim panas yang terasa.
Begitu pula dengan ketiga remaja yang kini sedang berdiri di depan jendela koridor lantai tiga yang menghadap ke halaman samping Konoha High. Yah, walaupun beberapa hari yang lalu tidak begitu, mengingat salah satu dari mereka baru saja tergeser dari posisinya sebagai pemegang nilai komulatif tertinggi di angkatannya.
Sekarang Sakura Haruno sudah bisa menerima kenyataan dirinya dikalahkan oleh seseorang yang tak lain dan tak bukan adalah sahabat sekaligus saingannya sendiri, cowok menyebalkan-tapi-tampan yang saat itu berdiri di sampingnya, Sasuke Uchiha. Dari pada bersungut-sungut terus pada Sasuke-bukan salahnya juga punya otak superencer-Sakura lebih suka menganggapnya sebagai tantangan untuk lebih baik lagi di semester berikutnya, seperti yang dikatakan Kakashi padanya saat dirinya masih berada pada periode ngambek berat beberapa hari yang lalu.
Padahal tadinya Naruto dan Sai sempat cemas kedua sahabat mereka ini bakal tidak saling bicara lagi gara-gara itu. Untunglah tidak sampai terjadi yang lebih parah dari insiden penginjakkan kaki Sasuke dengan sengaja oleh Sakura. Selebihnya mereka baik-baik saja dan bicara cukup ramah satu sama lain.
"Satu tahun lagi kita yang akan berdiri di sana," ujar Sakura dengan senyum menerawang, seraya menatap pada kerumunan bertoga di bawah sana. "Wah... rasanya sudah tidak sabar lagi."
Saat itu mereka memang tengah menonton jalannya upacara kelulusan anak-anak kelas tiga yang sedang berlangsung di halaman terbuka di samping gedung sekolah mereka lewat jendela. Jejeran anak-anak kelas tiga yang memakai toga berdiri di depan podium, dengan bangku-bangku yang ditempati para orangtua wali, para guru, dan Nona Tsunade, kepala sekolah mereka yang memimpin langsung, upacara itu terlihat begitu hikmat.
"Uh... pasti keren banget kalau kita pakai toga," timpal Naruto antusias.
"Hn," Sasuke mendengus kecil, "Kalau kau lulus."
Mendengar tanggapan Sasuke, Naruto menolehkan kepala dan menatapnya agak jengkel. "Jangan mentang-mentang sekarang kau dapat peringkat pertama lantas bisa meremehkanku, ya!-dasar sial! Lihat saja, aku pasti bakal LULUS dengan nilai BAGUS!" serunya penuh percaya diri.
"Sebaiknya begitu," Sasuke menyeringai padanya-tetapi bukan jenis seringaian mencemooh, tentu saja. Sasuke tahu betul kalau progress akademik sahabatnya itu terus merangkak naik dan ia berani bertaruh Naruto bisa lulus dengan nilai-nilai yang akan dipertimbangkan universitas mana pun tempatnya mendaftar nanti. Belum lagi prestasi olahraganya. Beasiswa di tangan bukanlah hal yang tidak mungkin.
"Cara ngomongmu itu sombong sekali." Masih sambil bersungut-sungut, Naruto kembali mengalihkan perhatiannya ke luar jendela. "Aku mau tahu apa kau bisa berdiri di podium itu saat kelulusan nanti," lanjutnya seraya mengendikkan kepala ke arah podium, di mana Neji Hyuuga-lulusan terbaik tahun itu-baru saja naik untuk menyampaikan pidato kelulusan mewakili teman-temannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...