Chapter 43 : Arti dari Keluarga

134 20 1
                                    

Rumah Sakit Konoha...

Naruto langsung meluncur ke Rumah Sakit Konoha begitu mendengar kabar dari Sakura bahwa Sasuke sedang diopname karena usus buntu. Ia tidak tahu apakah harus bersimpati atau kesal mendengar kabar itu. Di satu sisi, Sasuke adalah sahabatnya, dan sebagai sahabat yang baik ia harus mendukungnya terutama di saat-saat yang sulit-seperti sakit, misalnya. Tapi di sisi lain, Naruto juga merasa kesal lantaran ia yang terakhir mengetahui tentang kondisi Sasuke. Padahal Sai, yang notabene orang yang tidak begitu dekat dengan Sasuke, tahu lebih dulu. Bahkan turut menemaninya di rumah sakit semalaman.

Naruto enggan mengakuinya-sedikit banyak, ia merasa tidak dianggap. Merasa bersalah karena tidak terlibat dalam aksi penyelamatan Sasuke. Dan ini membuatnya sangat gusar.

"Mengapa tidak ada yang memberitahuku?" tanya Naruto dengan nada gusar ketika ia sudah berada di kamar rawat Sasuke, menatap Sakura dan Sai bergantian dari kaki ranjang Sasuke di mana ia duduk sekarang.

Sakura dan Sai bertukar pandang dari sofa yang mereka duduki sebelum Sakura menjawab dengan ekspresi minta maaf, "Kami benar-benar lupa, Naruto. Sori... Semalam yang ada di pikiran kami hanya bagaimana caranya membawa Sasuke ke rumah sakit."

"Tapi kan-"

"Kau tidak tahu bagaimana kondisinya malam itu, Naruto," sela Sakura, mencoba meyakinkan kalau ia tidak bermaksud mengabaikan cowok itu. "Rufus tiba-tiba datang ke tempatku dan menyeretku ke rumah Sasuke. Dan aku menemukannya terkapar begitu saja, seka-maksudku, kesakitan. Saat itu aku benar-benar bingung dan tidak tahu harus melakukan apa," gadis itu melirik ragu-ragu pada Sasuke yang berbaring setengah duduk di ranjangnya, tidak berkata apa-apa. "Sai ada di sana juga karena kebetulan dia meneleponku saat itu. Jadinya aku minta bantuan padanya."

Naruto mencoba membayangkan situasi saat itu. Ia tahu sifat Sakura yang mudah panik dan rasanya masuk akal kalau gadis itu lupa sama sekali untuk menghubunginya. Dia pasti akan meminta tolong pada siapa pun orang pertama yang kontak dengannya-dalam hal ini, Sai. Meskipun ia masih merasa agak kesal, tapi semuanya toh sudah terjadi. Kesal lama-lama juga tidak ada gunanya. Ah, mendadak Naruto jadi merasa tidak enak karena sempat berprasangka yang tidak-tidak pada Sakura dan Sai.

"Lagipula kau kan baru pulang dari rumah sakit dan butuh istirahat, bukan?" imbuh Sai kemudian.

"Itu betul," Sakura menanggapi cepat-cepat sambil mengangguk. "Tapi yang penting sekarang, kondisi Sasuke sudah jauh lebih baik."

Naruto menghela napas, lalu menepuk-nepuk kaki Sasuke di atas selimut yang menutupi tubuhnya, nyengir. "Yeah, benar juga. Yang penting cowok merepotkan ini sudah baikan," ujarnya yang langsung disambut death glare dari Sasuke. "Bagaimana, eh? Perutmu sudah lebih baik sekarang, kan, Sasuke?"

"Hn," sahut Sasuke dengan ekspresi aneh di wajahnya, "Tapi tidak bisa dibilang baik juga." Ia meraba bagian abdomennya yang terasa sangat tidak nyaman. Rasanya tidak karuan, seperti kembung dan perasaan aneh lain. Selain itu, bibir dan kerongkongannya juga terasa kering.

"Ada yang tidak beres, Sasuke?" tanya Sakura khawatir. Gadis itu beranjak dari sofa dan mendekati cowok itu, meraba keningnya. Tidak panas.

"Bukan di situ," gerutu Sasuke seraya menyingkirkan tangan Sakura dari keningnya. "Perutku rasanya aneh."

"Barangkali saja dia sedang merindukan usus buntunya yang baru saja diangkat," gurau Naruto seraya nyengir lebar.

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang