Blossoms' Café sedang ramai ketika ketiga remaja itu tiba di sana. Padahal saat itu waktu makan siang sudah lewat dan belum memasuki waktu makan malam. Sepertinya itu berkat ide brilian Yamato yang mengusulkan membuat menú ringan untuk menemani minum teh. Plus, kue-kue lezat buatannya benar-benar pas bila dipadukan dengan minuman racikan Ayame. Dalam waktu singkat, menú istimewa baru mereka menjadi primadona untuk menghabiskan waktu sore.
Tapi bukan itu yang membawa Sakura dan kedua temannya datang ke sana. Melainkan perut yang sudah menjerit minta diisi, dan sepertinya menu ringan tidak cukup untuk memuaskan rasa lapar mereka.
"Hari ini aku datang sebagai pengunjung ya!" seru Sakura pada Kotetsu ketika pria muda itu membukakan pintu bagi mereka.
Kotetsu memandangnya dengan bingung sejenak sebelum matanya beralih pada dua orang cowok di belakangnya. Mengangguk paham, ia berkata dengan lagak formal, "Oh, baiklah. Bagaimana kalau bangku di ujung sana, Nona Haruno?" Ia menunjuk bangku kosong di dekat panggung kecil di ujung ruangan.
"Tempat favoritku," kata Sakura sambil terkikik. Kemudian ia mengikuti Kotetsu menuju meja yang ditunjuknya tadi. Naruto dan Sasuke mengikuti di belakangnya.
Sepertinya ketiga remaja itu sedang kalap-atau kelaparan? Atau memanfaatkan situasi karena tawaran traktir dari Sakura?-karena saat berikutnya mereka sudah memesan banyak sekali makanan. Bahkan Sasuke, yang biasanya selalu menjaga image-nya sebagai cowok cool, memesan lebih dari satu jenis makanan, tentu saja kesemuanya mengandung tomat.
"Tidak pakai kopi asin, ya," katanya seraya mengembalikan buku menunya pada Kotetsu. Entah bagaimana caranya Sasuke bisa tahu kalau biang keladi di balik insiden kopi asin waktu itu adalah Kotetsu. Sakura mengikik lagi sementara Kotetsu nyengir salah tingkah.
"Kopi asin?" tanya Naruto bingung pada kedua temannya setelah Kotetsu pergi. Sasuke mengacuhkannya. Sakura tertawa lagi, sebelum kemudian menceritakan insiden menggelikan yang pernah terjadi beberapa minggu yang lalu di restoran itu. Naruto meledak tertawa, membuat banyak kepala menoleh ke arah bangku tempat ketiga remaja itu duduk.
Setelah kenyang makan dan minum, obrolan ringan mulai mengalir di meja mereka. Meskipun sebenarnya obrolan hanya antara Sakura dan Naruto-yang memang lebih banyak bicara-sementara Sasuke hanya mendengarkan. Sesekali ikut bicara kalau ditanya. Itu pun tidak lebih dari dua kalimat pendek. Lebih banyak ber-hn-ria.
Duduk santai bersama Naruto dan Sakura sambil mengobrol seperti itu, sungguh membuat Sasuke merasa agak aneh. Ia tidak terbiasa dengan situasi penuh keakraban seperti ini selain dengan kakak dan ibunya juga Hinata. Tapi sungguh, ia senang ketika mengetahui dirinya ikut terlibat di dalamnya-atau setidaknya, Sakura dan Naruto yang mencoba menariknya untuk terlibat. Meskipun ia masih merasa canggung, tapi ia tidak menampik bahwa ia merasakan sedikit kehangatan dalam hatinya, ia merasa nyaman berada di tengah-tengah mereka. Bahkan ia tidak bisa menahan senyum tipis yang mengembang di bibirnya ketika Naruto menceritakan lelucon tentang rubah kebanyakan ekor pada mereka.
"Hei, Sakura," kata Naruto beberapa saat kemudian sambil menyeka air mata tawa diri sudut mata birunya. Ia mengerling panggung mini di dekat bangku mereka. "Panggung itu sebenarnya untuk apa sih?" tanyanya penasaran. "Pakai ada mike dan alat musik segala, tapi aku belum pernah melihat ada band yang manggung di sini."
Sakura mengambil waktu menyeruput cappuccino hangat-nya sebelum menjawab, "Oh, itu milik ayahku. Hobinya memang main musik dan biasanya kalau ayahku pulang, dia akan mengadakan semacam konser kecil-kecilan. Tapi berhubung ayahku sering bepergian, jadi alat-alat itu lebih banyak berfungsi sebagai pajangan saja."
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Ficção AdolescenteBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...