"Trims," gumam Ino seraya menerima gelas karton mengepul yang baru diulurkan Sai padanya, memberi senyum kecil sekilas pada cowok itu sebelum berpaling. Ia bisa mendengar Sai mendudukkan diri di sebelahnya. Keduanya terdiam.
Suasana taman kota tempat keduanya duduk sekarang ini hening. Hanya terdengar gemerisik dedaunan yang tertiup angin dan sesekali, deru kendaraan yang kebetulan melintas.
Sai mengawasi gadis yang duduk di sebelahnya dari sudut matanya. Wajah cantik yang separuh tertutup syal itu terlihat murung, masih sama seperti saat Sai menariknya dari jalan tadi. Bola mata biru yang biasanya tampak cemerlang kini redup, memandang kosong ke depan. Tetapi itu tidak lantas mengurangi kadar kecantikan gadis itu di matanya.
Degupan itu muncul lagi, memompakan darah lebih deras, membuat wajahnya terasa panas. Sai memalingkan wajah, bertanya-tanya sendiri perasaan aneh apa yang sedang menyerangnya kini? Sebelah tangannya terangkat lalu mendarat di bagian di mana seharusnya jantungnya berada, seolah dengan begitu detak jantungnya yang menggila bisa kembali normal. Tetapi nyatanya tidak.
"Yang tadi itu..." suara Ino yang tiba-tiba nyaris membuat Sai terlonjak dari duduknya. Ia menoleh dan mendapati gadis berambut pirang itu sedang memandang ke arahnya, tersenyum tipis, "Terimakasih. Kalau tidak ada kau, barangkali aku sudah tertabrak tadi."
Berusaha mengabaikan degupan jantungnya yang menggila, Sai balas tersenyum. "Sama-sama," sahutnya. Suaranya terdengar agak aneh di telinganya sendiri, seperti bukan suaranya. Namun lagi-lagi, Sai berusaha mengabaikannya dan bersikap sewajar mungkin. "Teman yang baik selalu bersedia membantu saat dibutuhkan, bukan?"
"Benar," ujar Ino sambil tertawa kecil. Mata birunya melembut. "Tahu tidak, kalau ingat Sakura pernah memberitahuku kalau kau sangat menyebalkan, rasanya tidak percaya kalau cowok yang sedang dibicarakannya saat itu ada cowok yang sama yang sedang duduk di sebelahku sekarang."
Sai tertawa gugup. "Orang bisa berubah, Ino."
"Hm.." Ino mengangguk setuju, "Tentu saja."
Keduanya terdiam lama. Ino mengangkat minumanya ke bibir, menghirupnya perlahan. Cairan hangat itu langsung membasahi kerongkongannya yang terasa kering, mengalirkan perasaan nyaman dan hangat. Tiba-tiba saja ia merasa jauh lebih baik—entah karena minumannya atau keberadaan seseorang yang menemaninya saat itu. Meskipun ia belum mengenal Sai cukup lama seperti ia mengenal Shikamaru dan Chouji, tetapi Ino merasa cukup nyaman berada di dekatnya sebagaimana ia nyaman bersama Shikamaru dan Chouji. Terlebih setelah apa yang terjadi beberapa waktu yang lalu.
Ino menghela napas berat, membuat kepulan uap hangat muncul di depan hidungnya. Mengingat kejadian tadi membuatnya nyaris kehilangan kontrol diri lagi. Ini adalah kali pertama ia bertengkar hebat dengan pacarnya, bagaimana ia tidak terguncang?
Dan Sai menyadari ketika wajah Ino kembali berubah muram, sama sekali kontras dengan keceriaan yang ditampilkannya saat di festival tadi. Sepertinya memang benar telah terjadi sesuatu yang membebani pikiran gadis itu saat ini. Sai mengambil waktu menghirup minumannya, sebelum bertanya ragu-ragu, "Er... Sebenarnya ada masalah apa?"
Seakan baru tersadar dari lamunannya, Ino menoleh. "Maaf?"
Sai berdehem kecil, lalu melanjutkan, "Aku perhatikan kau agak murung malam ini. Kupikir pasti ada sesuatu yang mengganggumu."
"Ah." Ino memalingkan wajahnya lagi, tampak bimbang sebelum akhirnya menjawab dengan suara lirih, "Tidak ada apa-apa. Aku hanya... sedikit capek," ia menambahkan dengan senyum hambar. "Kau tahu kan, belakangan ini kita latihan gila-gilaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...