Hari kamis pagi, hampir sama dengan hari-hari awal musim gugur lainnya, gelap dan mendung. Angin dingin yang bertiup cukup kencang terasa mengigit kulit. Flu mewabah di mana-mana. Belum lagi ramalan cuaca yang menyebutkan bahwa hujan berbadai akan menerpa Konoha dalam beberapa hari ke depan tidak membuat segalanya lebih baik.
Namun cuaca buruk itu tidak lantas melunturkan semangat dia. Dengan tubuh terbungkus rapat jaket tebal dan topi wol yang menahan udara dingin, ia tetap mengayuh sepedanya ke sekolah.
Bersenandung kecil, ia memarkirkan sepedanya di tempat favoritnya di lapangan parkir sepeda di Konoha High, tepat di bawah pohon birch besar. Belum banyak yang datang rupanya, karena lapangan parkir khusus murid itu masih cukup lengang. Ia mengunci sepedanya dan menuju gedung sekolahnya dengan berlari-lari kecil.
Yah, Naruto Uzumaki memang tidak pernah kehilangan semangat. Tidak peduli apapun yang telah terjadi hari sebelumnya.
"Oi, Naruto!" suara seseorang memanggilnya di kejauhan membuat cowok itu berhenti dan menoleh.
"Lee!" sapanya cerah pada senior sekaligus rekan setimnya di klub sepakbola, Rock Lee.
"Pagi," jawab Lee tak kalah semangat ketika pemuda yang selalu berpakaian hijau-hari ini kostumnya jeans hitam dipadu sweater tebal hijau lumut-itu mendekat. Kemudian keduanya berjalan beriringan menuju gedung bercat merah itu. "Sudah dengar berita dari Pak Guru Maito?" tanyanya ketika mereka menaiki undakan depan. Lee mendorong pintu kaca itu membuka dan mereka melangkah masuk ke koridor depan yang masih lengang.
"Berita apa?" Naruto balik bertanya.
Lee tersenyum lebar, memamerkan deretan gigi putih mengilap sambil mengacungkan ibu jarinya. "Kita akan ada pertandingan sepak bola melawan tim dari Iwa bulan depan!"
"Oooh!" Naruto membelalakkan mata. "Kukira tim kita akan vakum selama Temujin mengikuti Kejuaraan di Ame!"
Lee menggelengkan kepalanya dengan dramatis, "Mana semangatmu, Naruto?! Tentu saja ketidakhadiran kapten tidak lantas membuat tim kita loyo, kan? Aku sudah memberitahu Temujin dan dia setuju kita bertanding tanpa dia." Lee mendorong pintu depan membuka dan melanjutkan, "Lagipula ini hanya pertandingan persahabatan. Oh, tapi bukan berarti kita meremehkan tim lawan! Tim Iwa sangat hebat, tentu saja. Kita tidak boleh lengah!"
"Kau benar," timpal Naruto mengangguk-angguk. "Jadi kapan kita mulai latihan?"
"Kalau itu belum ditentukan," kata Lee, tampak berpikir. "Kita belum mengumumkan pada anak-anak lain. Tapi lebih cepat lebih baik, kan?"
"Yeah, tentu saja," sahut Naruto bersemangat. Rasanya ia sudah kangen sekali berlaga di lapangan hijau. Tapi kemudian ia menjadi ragu sendiri. Ia merasa bukan yang terhebat di klub. Pemuda itu ragu akan terpilih menjadi tim inti. Dan rupanya kekhawatirannya tercermin di wajahnya.
"Jangan khawatir!" kata Lee sambil menepuk bahu adik kelasnya itu. "Kalau kau berusaha pasti akan terpilih di tim inti. Aku sudah melihatmu bermain sejak di Sekolah Menengah Pertama. Aku tahu kau bakal hebat!"
"Oh, thanks," Naruto merasa semangatnya kembali terangkat. Lee memang sangat ahli dalam hal mengobarkan semangat orang. Naruto tidak ragu menyebutnya sebagai orator sejati.
"Sampai ketemu di lapangan nanti siang, Naruto!" Lee menepuk bahu Naruto saat mereka sampai di belokan.
"Sampai ketemu," balas Naruto, tersenyum pada seniornya itu sebelum Lee menuju ke koridor loker untuk kelas tiga di lantai atas sementara ia sendiri menuju lokernya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...