Matahari sudah tinggi ketika Itachi terbangun keesokan paginya. Menggeliat dan menguap lebar, pria itu membuka matanya yang masih terasa berat perlahan, lalu mendorong tubuhnya ke posisi duduk. Tiba-tiba saja ia merasakan sesuatu terjatuh dari bahunya dan terkejut ketika melihat selimut flanel yang semalam diselimutkan pada Sasuke kini tergeletak melorot di pangkuannya.
Sasuke?
Itachi menoleh ke sofa. Kosong. Kemana dia? Pikirnya sambil garuk-garuk kepala dan memandang berkeliling. Tidak biasanya Sasuke bangun lebih dulu dari aku. Terlebih ini... Ia kembali melirik ke arah sofa. Bantal-bantal sandaran kursi sudah dirapikan. Kaleng coke dan bungkus makanan kecil yang semalam berserakan di meja juga sudah tidak ada.
Aneh. Bukan hanya ini... Sejak tadi malam sikapnya memang agak aneh, lain dari biasanya. Tapi bukan berarti Itachi tidak menyukai perubahan ini, ia justru sangat senang. Ia tertawa kecil teringat perlakuan manis adiknya padanya malam sebelumnya.
Tapi kemana Sasuke? Kenapa rumah begitu sepi? Itachi membatin seraya beranjak dari kursi malas dan mulai melipat selimut flanelnya. "Sasuke?!" ia memanggil. Sunyi. Yang terdengar hanyalah suara anak-anak tetangga bermain di luar.
Mengangkat bahu, Itachi beranjak menuju tangga ke lantai atas. Barangkali Sasuke tidur lagi di kamarnya. "Sasuke?" ia mengetuk pintu kamar sang adik yang letaknya memang tepat di depan kamarnya. Tidak ada jawaban. Itachi mencoba memutar kenopnya, tapi dikunci. Sepertinya bocah itu memang benar sudah tidur lagi.
"Dasar tukang molor," gurutu Itachi geli seraya geleng-geleng kepala. Ia lantas menuju kamarnya untuk menyimpan selimut, lalu bergegas ke kamar mandi untuk melakukan ritual paginya yang biasa—cuci muka, sikat gigi, termasuk buang air.
Setelah selesai, Itachi kembali turun untuk membuat sarapan setelah sebelumnya kembali mengetuk kamar Sasuke untuk menyuruhnya segera bangun dan turun sarapan—yang masih saja tidak ada jawaban dari adiknya itu. Semalam ia kalah taruhan dan hukumannya adalah membuat sarapan. Yah, tidak begitu berpengaruh sebenarnya. Toh, setiap hari juga ia yang menyiapkan sarapan. Tapi rupanya ada yang berbeda kali ini.
Itachi terkejut ketika mendapati sepiring roti panggang, lengkap dengan telur mata sapi dan daging asap yang masih hangat terhidang di atas meja makan. Juga secangkir kopi hitam yang masih mengepul dan sebotol susu segar yang baru diantar. Serta tak lupa satu eksemplar surat kabar baru. Secarik kertas pesan terselip di bawah tatakan cangkir kopi. Ia mengambilnya, membacanya. Seulas senyum muncul di wajah tampannya ketika matanya menyusuri barisan kata-kata yang ditulis oleh sang adik,
Kak, aku pergi duluan, ada janji dengan Sakura. Sudah kubuatkan sarapan untukmu. Dimakan. Awas kalau tidak!
-Sasuke-
PS : Jangan berpikir macam-macam! Aku TIDAK kencan dengan Sakura!
PPS : Hari ini giliranmu pergi ke loundry!
PPPS : Terimakasih untuk semuanya, Kak..
Seperti biasa, pagi-pagi sekali Sakura sudah berada di restorannya. Berhubung hari itu adalah hari libur, maka ia kembali ditugasi oleh orangtuanya untuk membuka restoran—sekaligus membiarkan mereka berduaan saja di rumah. Dasar orang tua! Tapi Sakura maklum saja karena ayah dan ibunya memang jarang menghabiskan waktu bersama.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...