.
.
Sakura menyambut pagi hari pertamanya sejak mereka tiba di Kiri dengan dipenuhi energi. Tak peduli semalam ia tidur kelewat larut setelah menelepon ibunya di Konoha—gadis itu sudah berjanji pada sang ibu untuk memberitahunya segera setelah sampai di Kiri, tak peduli itu sudah larut malam. Dan Azami tidak akan tenang sebelum mendapatkan kepastian putri semata wayangnya sudah tiba dengan selamat—yang jelas ketika Sakura membuka matanya tepat setelah matahari mulai merangkak naik, antusiasme liburan musim panas yang menggebu-gebu segera memenuhi dirinya, mengalahkan keinginan untuk bermalas-malasan di balik selimut.
Pertama-tama yang ia lakukan adalah membuka tirai jendela kamar sewaannya lebar-lebar dan mengintip ke luar. Rupanya jendela tersebut tepat menghadap ke sisi jalan sehingga Sakura bisa melihat dengan jelas kesibukan yang mulai menggeliat di luar. Suara orang-orang yang berlalu-lalang—berjalan kaki atau menaiki sepeda—mengobrol dan saling mengucapkan selamat pagi.
Sebuah perahu kecil—mirip Gondola di Venesia—melintas di kanal tepat di seberang jalan. Sakura melihat seorang pria paruh baya berambut putih yang mendayungnya berseru menyapa Kaiza yang baru saja keluar dari pintu rumah. Pria ramah itu sudah berpakaian lengkap dan bersiap untuk acara lari paginya bersama seorang anak lelaki kecil—barangkali itu anak laki-lakinya yang ia sebutkan semalam, pikir Sakura—dan seorang pria yang lebih tua.
Senyuman merekah di wajah gadis pemilik mata hijau itu ketika ia menarik napas dalam-dalam. Samar-samar ia bisa merasakan aroma laut dari udara. Ah, rasanya ia sudah tidak sabar untuk segera berkeliling. Dan untuk itu ia harus segera bersiap-siap.
Seorang wanita berambut gelap menyapanya ketika Sakura baru saja keluar dari kamarnya hendak ke kamar mandi yang ditunjukkan oleh Kaiza semalam. Wanita itu sedikit mengingatkan Sakura pada ibu Sasuke—ia pernah sekali bertemu dengan Mikoto Uchiha ketika ibu Sasuke itu mengunjungi putranya di Rumah Sakit Konoha beberapa bulan yang lalu—Berpembawaan anggun dan memiliki senyum yang ramah.
Demi sopan santun, Sakura menyempatkan diri sekedar berbasa-basi dengannya. Wanita itu bernama Tsunami, dan seperti yang sudah ia duga, adalah istri dari sang tuan rumah. Tsunami sepertinya hendak ke luar rumah, jika dilihat dari penampilannya yang rapi. Ia meminta maaf karena belum sempat menyiapkan sarapan untuk mereka, tetapi berjanji akan membuatkan makan malam istimewa sebagai sambutan kecil untuk para tamu barunya. Sakura tentu saja tak dapat menampik ajakan baik hati itu. Kebetulan mereka juga belum sempat merencanakan untuk urusan isi perut.
.
.
Kembali ke kamarnya tak lama kemudian dalam keadaan lebih segar setelah mandi, Sakura segera menuju travel bag-nya lagi untuk mengeluarkan salah satu pakaiannya yang terlipat di tumpukan paling atas. Senyumnya merekah lagi ketika lipatan dress berbahan chiffon tersebut terurai dan terjatuh dengan lembut saat gadis itu mengangkatnya.
Dress itu masih sama cantiknya saat pertama kali ia melihatnya—dan sekarang sudah menjadi salah satu koleksi favoritnya, meskipun ia belum pernah mengenakannya sebelum ini—Dan setelah beberapa bulan berlalu sejak Maret, dress itu masih tampak sempurna di tubuhnya. Terimakasih pada Sasuke untuk itu. Omong-omong, Sakura memang sudah berencana memberi kejutan untuk cowok itu dengan memakai dress pemberiannya sekarang!
Oh, Sakura sudah tidak sabar melihat reaksi Sasuke saat melihatnya nanti!
Sakura berpaling dari cermin untuk mengambil ponselnya yang bergetar di atas ranjang. Sebuah pesan singkat baru saja masuk—dari Yamato.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...