Menjelang subuh, akhirnya Itachi tiba juga di Rumah Sakit Konoha. Pria muda itu langsung menuju ruang rawat yang diberitahukan oleh teman adiknya, Sai, yang meneleponnya. Sai juga telah memberitahunya tentang operasi pengangkatan usus buntu yang dijalani Sasuke tadi malam. Meskipun sudah diberitahu kalau kondisi adiknya itu sudah jauh membaik, tapi tetap saja Itachi merasa cemas—sekaligus kesal.
Mengapa Sasuke tidak memberitahunya kalau ia sakit? Mengapa justru ia mendengarnya dari orang lain?
Atau barangkali—Itachi merasa bersalah memikirkan ini—ia sendirilah yang kurang memerhatikan adiknya itu. Padahal seharusnya ia bisa melihat tanda-tandanya meskipun Sasuke tidak bilang—mengingat sifat adiknya tertutup dan cenderung memendam masalahnya sendiri. Seperti saat ia bermasalah dengan ayah mereka; Sasuke tidak pernah bilang apa-apa dan tahu-tahu saja ia sudah kabur dari rumah.
Omong-omong tentang rumah, Itachi juga belum menghubungi kedua orangtuanya di Oto setelah ia mendapatkan kabar terakhir dari Sai. Rencananya ia baru akan menghubungi rumah setelah memastikan kondisi Sasuke sendiri. Ia tidak ingin membuat orang tuanya cemas, terutama ibunya.
Ah, memikirkan orang tuanya, Itachi jadi agak bimbang juga. Bagaimana reaksi Sasuke seandainya orang tua mereka –terutama Fugaku—datang ke Konoha? Mengingat ia belum bicara dengan ayah mereka itu sejak ia meninggalkan rumah di Oto beberapa bulan yang lalu. Itachi hanya berharap, sakit hati Sasuke terhadap ayah mereka sudah meluntur.
Tapi dari pada mencemaskan hal itu sekarang, yang terpenting adalah kondisi Sasuke yang sudah membaik. Itachi sangat bersyukur Sasuke memiliki teman yang bersedia menolongnya saat dibutuhkan. Bahkan terus mendampinginya hingga saat ini…
Senyum tipis mengembang di wajah pria itu tatkala ia mendapati mereka ada di sana bersama Sasuke. Seorang gadis berambut merah muda yang tertidur di sofa. Juga seorang anak laki-laki sebaya Sasuke yang juga tengah terlelap di bangku sebelah sofa. Anak itu pastilah yang bernama Sai, yang meneleponnya tadi, pikir Itachi.
"Ah, Itachi. Kau sudah datang rupanya," kata sebuah suara dari arah pintu.
Itachi menoleh dan mendapati sosok orang yang dikenalnya sebagai guru adiknya di sekolah yang berambut keperakan, Kakashi Hatake. Pria itu berdiri di sana dengan tangan memegang gelas kertas berisi kopi yang mengepul.
"Kakashi? Aku tidak tahu kau juga di sini," kata Itachi sementara Kakashi berjalan masuk.
"Aku tidak mungkin membiarkan mereka mengurus semuanya sendiri, Itachi," sahut Kakashi dengan nada ringan. "Lagipula Sasuke itu muridku, dan Sakura adalah keponakanku."
"Oh!" Itachi agak terkejut. Ia sama sekali tidak tahu Sakura masih ada relasi keluarga dengan Kakashi. Mereka sangat tidak mirip, soalnya. "Bagaimana adikku?" Itachi berpaling pada Sasuke yang terbaring di atas ranjang, berjalan mendekat. Tangannya menyentuh kening Sasuke, mengusapnya dengan lembut sementara matanya mengawasi adiknya itu. Sasuke tampak tenang, dadanya naik turun seiring dengan napasnya yang dalam dan teratur.
"Kata dokter yang mengoperasinya, keadaan adikmu sudah stabil. Apendisitis kronis. Adikmu pasti sering sakit perut sebelum ini," kata Kakashi.
Itachi menggeleng muram. "Sasuke tidak pernah mengeluh sakit apa-apa."
"Yah, mereka bilang gejalanya memang tidak khas. Barangkali Sasuke mengira itu hanya sakit perut biasa. Tapi yang penting sekarang dia sudah tidak apa-apa," kata Kakashi.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...