Koridor di dekat perpustakaan siang itu lebih penuh -jauh lebih penuh dari siang-siang biasanya-Anak-anak, terutama yang hari sebelumnya mengikuti audisi untuk pementasan drama festival sekolah nanti, tampak memenuhi koridor itu, berebut dan saling dorong untuk melihat ke papan pengumuman yang ada di salah satu sisi dindingnya.
Salah seorang gadis kelas tiga mendadak keluar dari kerumunan seraya menjerit-jerit kegirangan, lalu memeluk teman-temannya yang juga turut berteriak-teriak, membuat suasana koridor yang sudah ramai itu bertambah heboh. Jelas sekali apa yang terjadi, gadis itu pastilah lolos ke audisi tahap dua. Begitu juga dengan seorang cowok tinggi besar berambut cokelat yang namanya tercantum di daftar itu. Dengan senyum tenang ia meninggalkan kerumunan dan memberitahu temannya yang berambut biru kalau ia lolos sebelum keduanya melenggang santai ke kantin.
Reaksi anak-anak yang tidak lolos juga bermacam-macam. Ada yang keluar dari kerumunan dengan wajah lesu ketika mendapati nama mereka tidak tercantum di daftar itu, ada yang mengisak diam-diam, ada yang melontarkan suara-suara bernada tidak puas pada sang sutradara, sampai yang bersikap biasa saja, bahkan tertawa-tawa.
Sementara itu, Sakura Haruno, yang sejak tadi rupanya belum berhasil mendekati papan pengumuman, berdiri di dekat pintu perpustakaan seraya menjulurkan leher dengan tampang harap-harap cemas. Tapi tentu saja tidak terlihat dari jarak sejauh itu, belum lagi dengan anak-anak yang mengerumuni papan itu. Maka ia hanya berdiri saja di sana, menunggu sampai kerumunan itu menipis.
"Hah... kalau saja kakiku sedang tidak sakit..." keluh Naruto, cemberut memandang keributan di depannya. "Tapi aku yakin namamu pasti ada di sana, Sakura. Sai bilang aktingmu di audisi kemarin sangat hebat," katanya seraya mengerling gadis di sebelahnya.
Sakura mengulum senyum tidak yakin. "Tapi anak-anak lain banyak yang main bagus, Naruto."
Namun sepertinya Naruto tidak mendengarkannya karena tepat saat itu Ino muncul. Gadis mantan kapten tim cheerleaders itu berlari-lari kecil menghampiri mereka. "Bagaimana, Sakura? Kau masuk?" todongnya langsung pada Sakura.
Yang ditanya hanya mengangkat bahu. Gadis berambut merah muda itu mengendikkan kepalanya ke arah papan pengumuman yang dikerubuti anak-anak. Dan Ino segera mengerti. Ia kenal betul Sakura yang tidak terlalu menyukai sensasi berdesak-desakan dan saling dorong dengan orang-orang. Maka gadis itu pun mengambil inisiatif untuk maju, menerobos kerumunan untuk mendekati papan pengumuman.
"Benar-benar cewek tangguh," komentar Naruto seraya terkekeh melihat kepala pirang Ino yang semakin mendekat ke papan.
Beberapa menit kemudian, Ino kembali. Ekspresinya tidak terbaca, membuat Sakura cemas. Dan ketika ia benar-benar mengira ia tidak lolos, tiba-tiba Ino memekik seraya memeluknya. "KAU LOLOS, SAKURA!" jeritnya sambil melompat-lompat girang.
"Yes!" Naruto meninju udara seraya berseru senang untuk sahabatnya sementara Sakura sendiri rasanya belum percaya. "Sudah kuduga kau pasti lolos, Sakura!"
"Aku masuk?" Sakura tampak seperti orang linglung saking senangnya. "AKU MASUK! YA, AMPUN... AKU MASUK! KYAAA!" gadis itu melompat-lompat kegirangan, membuat beberapa anak kelas tiga yang baru saja keluar dari perpustakaan melempar tatapan aneh padanya.
"Selamat, Sakura! Kalau begitu kau harus bersiap untuk audisi nanti siang!" Ino tertawa gembira. "Oh, aku senang sekali! Harusnya kau tadi lihat tampang Karin. Dia tidak masuk dan sekarang sedang menangis di toilet cewek di lantai satu!"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...