Suasana ruangan itu benar-benar sunyi ketika dua orang itu saling bertatapan. Mata semua anak-termasuk Naruto, Sasuke bisa merasakannya-terarah pada mereka sekarang. Beberapa anak memandang tidak percaya pada Sasuke, beberapa berbisik-bisik.
Kemudian Temujin memecah keheningan dengan mendengus kecil dan berkata, "Maaf?" seakan ia tidak mempercayai pendengarannya barusan.
"Kau mendengarku, Kapten. Aku tidak bisa," kata Sasuke. Ada ketegasan dalam suaranya.
"Kau pasti bercanda," dengus Temujin. "Kau benar-benar tidak tertarik? Kami membutuhkanmu untuk posisi penyerang-"
"Aku sama sekali tidak tertarik," tegas Sasuke, kendati pun dengan ekspresi malas.
"Kau bodoh, kalau begitu," kata Temujin, mulai benar-benar jengkel. "Karena semua anak di klub ini menginginkan posisi yang kutawarkan padamu, Uchiha. Mereka semua berlatih keras untuk bergabung dalam tim inti ini dan-"
"Itulah masalahnya," sela Sasuke seraya memicingkan mata menatap Temujin. "Kenapa kau tidak memanfaatkan orang-orang yang sudah berlatih keras untuk mendapatkan posisi ini dan malah menunjukku yang jelas-jelas bukan bagian dari tim? Aku melihat mereka berlatih, melakukan yang terbaik. Kenapa kau tidak menghargai usaha mereka, eh?"
Wajah Temujin berubah merah ketika anak-anak lain mulai ribut berbisik-bisik lagi. Beberapa mendukung kata-kata Sasuke, sementara tidak banyak yang menganggapnya kurang ajar karena telah berani membantah kapten mereka. Sementara itu dari sudut matanya, Sasuke bisa melihat Naruto menatapnya dengan mata melebar, terpesona oleh kata-kata sahabatnya itu.
"Lihat mereka," kata Sasuke lagi seraya menunjuk ke arah anak-anak yang lain, "Kau bodoh kalau tidak melihat bakat dan kerja keras mereka. Mereka lebih pantas untuk posisi itu. Atau matamu yang terlalu silau oleh reputasiku? Kalau begitu aku minta maaf karena telah mengecewakanmu." Sasuke menghela napas keras. "Kalau tidak ada yang mau dibicarakan lagi, aku permisi." Sasuke berbalik, mendorong pintu hingga terbuka dan bergegas meninggalkan ruangan.
Ruangan itu langsung riuh oleh anak-anak yang berkomentar tentang kejadian barusan. Naruto, yang selama beberapa saat tadi tercengang melihat tingkah Sasuke, akhirnya tersadar dan buru-buru meninggalkan ruangan untuk menyusulnya. Sementara itu Temujin tampak luar biasa gusar. Wajahnya merah padam ketika ia berbalik menghadapi anak buahnya. "Semuanya bubar!" bentaknya.
Dan anak-anak langsung berhamburan meninggalkan ruangan, enggan berlama-lama seruangan dengan kapten mereka yang sedang marah. Tapi tidak begitu dengan Lee. Cowok itu masih bertahan di tempatnya semula. Ia menghela napas panjang, lalu berjalan mendekati Temujin, dengan lembut menepuk bahunya.
"Tidak perlu berkecil hati seperti itu, Temu..." ujarnya seraya tersenyum membesarkan hati. "Maaf aku bilang begini, tapi menurutku yang dikatakan Sasuke ada benarnya juga. Jujur saja, aku sepakat dengannya dalam hal ini. Kita seharusnya memilih salah satu dari tim kita. Yeah, aku tahu kalau Sasuke itu pemain hebat," ia menambahkan cepat-cepat ketika Temujin berbalik, hendak menyelanya. "Tapi kita juga punya sederet pemain hebat. Kau lihat Mizura yang handal dalam pertahanan, Naruto yang menurutku paling banyak mengalami kemajuan beberapa minggu ini. Dengar, kecelakaan yang menimpa Sumaru tidak lantas membuatmu panik sampai harus memilih orang di luar klub kita, kan?"
Temujin menatap rekannya selama beberapa saat lagi, lalu menghela napas, menghenyakan diri di kursi sebelah meja. "Aku tahu," katanya muram. "Aku memang tidak berpikir panjang, maafkan aku. Aku terlalu memikirkan bagaimana kita bisa menang nanti, Lee."
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...