Chapter 35 : Misi Penting Sasuke

152 25 0
                                    

Beberapa hari telah berlalu sejak kecelakaan pesawat yang dipiloti Hiroyuki Haruno. Tidak ada yang selamat dalam kecelakaan mengerikan itu, termasuk pilot dan awak pesawat. Pesawat naas itu mengalami kerusakan mesin yang parah saat hendak mendarat di Bandara Internasional Iwagakure, yang menyebabkan pesawat gagal mendarat dan terbakar setelah tergelincir sejauh dua kilometer dari landasan.

Setidaknya itulah yang selalu mereka dengar dari berita di surat kabar dan televisi.

Kabarnya bangkai pesawat itu nyaris hancur sehingga mereka kesulitan untuk mengidentifikasi para korban. Baru setelah beberapa hari sampai akhirnya jenazah para korban bisa diambil oleh keluarga masing-masing. Sungguh mengenaskan ketika mengetahui ada beberapa tubuh yang sudah tidak utuh, nyaris tidak bisa dikenali. Tapi tidak begitu dengan Hiroyuki Haruno, sang pilot.

Nyaris tidak ada luka di tubuh pria itu kecuali beberapa luka bakar kecil di kedua lengannya. Wajahnya yang bersih tak bercela tampak tenang dan damai, seperti sedang tertidur. Tapi itu semua tidak lantas mengurangi duka yang dialami istri dan anak perempuannya. Luka yang ditinggalkannya begitu mendalam dan menyakitkan bagi kedua wanita itu.

Azami Haruno, wanita yang biasanya selalu tampil tegar, tidak lagi kuasa menutupi kesedihannya karena kepergian sang suami yang begitu dicintainya. Sakura yang melihat itu semua, mencoba menjadi batu karang yang barangkali dibutuhkan ibunya untuk bersandar, tetapi gagal. Ia bahkan lebih rapuh. Lebih hancur...

"...kami turut prihatin, Nyonya Haruno..." gadis itu bisa mendengar seorang pria perwakilan Konoha Airlines berkata dengan suara rendah pada ibunya sesaat setelah pemakaman Hiroyuki. Dari sudut mata zamrudnya yang berkabut karena air mata, Sakura melihat ibunya hanya mengangguk lemah dan menggumamkan terimakasih sementara orang-orang itu menyampaikan rasa belasungkawa mereka. Dan setelah mereka pergi, wanita itu kembali menjatuhkan kepalanya di bahu Kakashi yang merangkulnya, terisak.

Sakura kembali mengalihkan pandangannya ke gundukan baru di tanah pemakaman itu. Memandang ke arah nisan batu dengan ukiran nama sang ayah di atasnya dengan tatapan hampa. Sama seperti yang dirasakannya saat itu, hampa. Seakan ada lubang besar menganga di dalam hatinya. Cairan bening dan panas bergulir lagi dari sudut matanya.

Perlahan, orang-orang yang turut menghadiri pemakaman mulai meninggalkan tempat itu. Azami berseikeras tinggal beberapa lama lagi sebelum akhirnya berhasil dibujuk oleh Kakashi untuk pulang.

"Sakura?" Kakashi menoleh pada keponakannya, tapi Sakura tidak menjawabnya. Suara Kakashi baginya seperti berasal dari tempat yang sangat jauh, tidak berarti.

"Tidak apa-apa, Pak Hatake," Sakura bisa mendengar suara Naruto samar-samar. "Dia bersama kami. Kami akan mengantarnya nanti."

Kakashi mengangguk, lalu membimbing Azami yang masih terisak meninggalkan tanah pemakaman menuju sedannya yang terparkir tak jauh dari sana.

"Sakura..." Sakura merasakan remasan lembut di bahunya beberapa lama berselang setelah Kakashi pergi. Ia pun menoleh, untuk mendapati Ino berdiri di sampingnya. Rupanya gadis pirang itu juga masih ada di sana. Mata birunya juga sembab dan ada bekas air mata di pipinya yang mulus. Gadis itu tersenyum kecil. "Yuk, kita pulang..." ajaknya lembut pada Sakura.

"Kenapa, Ino?" tanya Sakura dengan suara tercekat. Air matanya semakin menderas. "Padahal ayah sudah janji akan pulang... Padahal dia sudah janji akan menghabiskan waktu lebih banyak denganku... Padahal..."

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang