Naruto Uzumaki
"AKU TELAAAAAT!"
Suasana pagi di kediaman keluarga Umino mendadak yang semula tenang mendadak pecah oleh teriakan keras dari lantai atas. Sang kepala keluarga, Iruka Umino, yang tengah sibuk menyiapkan sarapan di dapur, tersentak sedikit sebelum kembali melanjutkan kegiatannya sambil geleng-geleng kepala.
"PAAP! KENAPA TIDAK MEMBANGUNKANKU?!"
Terdengar suara bergedebukan heboh, disusul suara pintu kamar mandi yang dibanting menutup.
Dengusan tawa kecil terlepas dari bibir Iruka. Jelas kegaduhan di pagi hari seperti ini bukan pertama kalinya terjadi di rumahnya. Ia sudah terbiasa. Naruto Uzumaki, putra angkat kesayangannya itu, punya kebiasaan tidak bisa tidur setiap kali menghadapi hari-hari penting. Padahal di hari-hari biasa Naruto tidak kesulitan bangun pagi—bahkan kalau hari libur pagi-pagi sekali ia sudah bangun dan ngelayap ke tempat Sasuke atau pergi joging. Namun sepertinya antusiasme yang berlebihan dan energi yang meletup-letup di saat-saat tertentu seperti sekarang membuatnya sulit terlelap. Seperti saat di sekolah dasar dulu, Naruto tidak bisa tidur semalam sebelum ikut program kemping musim panas dan esok harinya Iruka terpaksa harus mengantar putranya yang ngambek ke tempat kemping karena tertinggal bus rombongan.
Dan kali ini pun bukan pengecualian. Hanya saja kali ini Iruka sudah mengantisipasinya. Seraya menggumamkan senandung kecil, ia kembali menyibukkan diri dengan telur mata sapi di atas penggorengan.
Dua porsi sarapan sudah siap di atas meja makan ketika Naruto akhirnya bergedebukan turun dari kamarnya. Dengan kemeja setengah rapi, dasi yang masih terikat longgar di kerahnya, dan tas selempang yang menggantung serampangan di bahunya, Naruto muncul di dapur—yang mencakup ruang makan—Rambut pirangnya berantakan. Wajahnya yang memerah diliputi kepanikan.
"Pap lihat togaku tidak? Aku tidak menemukannya di mana-mana!" tanya Naruto panik, berkutat memasukkan ujung kemejanya yang masih menyembul berantakan ke dalam celana.
"Pagi, Naruto," sapa Iruka kalem, sambil mengocek kopi. "Di situ. Aku baru menyetrikanya," pria itu mengendikkan dagu ke salah satu kursi di depan meja makan, tempat toga Naruto disampirkan.
Tanpa buang waktu Naruto langsung melompat menyambar toganya.
"Sarapan dulu," kata Iruka, seraya tersenyum geli mengawasi Naruto yang berusaha memasukkan lengannya ke lengan toga dan mengancing bagian atas kemejanya yang masih terbuka sekaligus. "Aku sudah buatkan rot—"
"Tidak ada waktu buat sarapan, Pap!" sela Naruto tak sabaran. "Kita sudah terlambat banget!"
Iruka yang tidak menghiraukan kata-kata Naruto, dengan santai meletakkan cangkir kopinya di atas meja dan berjalan ke arah kulkas. "Kau mau susu atau sari jeruk?"
"PAP! KITA SUDAH TELAAT!" Naruto praktis menjerit panik. Bagaimana tidak? Jika Nona Tsunade—yang menurut Naruto lebih cocok dipanggil 'Nenek' alih-alih 'Nona'—mengancam jika ada yang terlambat, maka orang tersebut akan diwisuda tahun depan dan ditangguhkan ijazahnya.
"Coba kau cek lagi jam berapa sekarang," balas Iruka kalem, seraya meraih gelas di rak di dekat kulkas.
Dengan geraman tak sabar, Naruto menyambar jam meja di sisi meja makan. "Sekarang sudah hampir jam sembi—" suaranya mendadak menghilang. Mata birunya membelalak dramatis ketika mendapati jarum jam di tangannya menunjukkan waktu yang sama sekali berbeda.
Iruka melirik putranya sambil mengulum senyum. "Jadi kau mau susu atau sari jeruk?"
"Susu," gumam Naruto, mengguncang-gunjang jam di tangannya, membolak-baliknya untuk memastikan benda itu masih berfungsi. Masih belum yakin, ia beranjak ke ruang keluarga, mengecek jam dinding. "Kok bisa salah?" gerutunya sambil menggaruk-garuk kepalanya yang tak gatal setelah kembali ke dapur, tampak kebingungan. Naruto yakin sekali tadi tidak salah melihat waktu di bekernya, meskipun agak aneh mengingat benda itu terlambat berbunyi dari waktu yang sudah ia setel semalam. Tadinya ia kira benda itu rusak—kecuali ...
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...