Chapter 11 : Hukuman

180 32 4
                                    

Sasuke, Naruto dan Sakura sudah berkumpul di ruang BK setengah jam kemudian. Perdarahan di hidung Sakura sudah berhenti, tapi wajahnya sekarang sama berantakannya dengan dua pemuda yang duduk di kursi kanan-kirinya—meski tidak separah mereka. Hanya lebam di sekitar pipi dan hidung yang memerah. Ketiganya duduk diam dengan tampang cemberut yang aneh, mengingat babak belur yang menghiasi wajah mereka.

Sasuke yang duduk paling kanan, melipat tangannya ke dada sementara punggungnya bersandar malas di punggung kursi. Bibirnya terkatup rapat dan mata onyx-nya menyipit, memandang ke arah jendela dengan pandangan marah, seakan ia memiliki dendam kesumat pada sang jendela yang malang. Sakura yang duduk di tangah juga melipat tangannya. Wajahnya belum pernah sekacau ini dan ia tampak sangat tidak puas. Kedua alisnya berkerut. Sementara Naruto yang duduk di kursi sebelah kirinya, mencengkeram sisi kursinya. Giginya gemeletukan menahan emosi sementara ekor matanya berkali-kali melirik Sasuke dengan sengit. Sesekali mendengus, sesekali menggeram. Pemuda itu belum pernah tampak semurka itu sebelumnya.

"Tolong kalian jelaskan," Kakashi memulai, kedua tangannya menangkup di atas meja kerja guru BK sementara matanya menatap satu persatu ketiga muridnya dengan tajam. Pak Maito berdiri di sisi kanan kursinya, sedangkan Pak Sarutobi—untungnya—tidak ada di sana. Beliau harus mengajar Kimia kelas tiga saat itu. "Apa yang membuat kalian memutuskan untuk membuat keributan sepagi ini, anak-anak?" Kakashi bertanya kalem, tapi pandangannya menusuk.

Ketiga muridnya bungkam. Masih terlalu marah untuk bisa menjelaskan.

"Jadi, Naruto Uzumaki," sang guru menoleh pada si rambut pirang, "bisakah kau menjelaskan alasanmu memukul Uchiha?"

"Dia menghinaku! Dan menghina Sakura juga!" geram pemuda itu sembari melirik Sasuke sengit.

"Benar apa yang dikatakan Naruto barusan, Sasuke Uchiha?" Kakashi ganti menanyai Sasuke.

Sasuke memalingkan pandangannya dari arah jendela dan menatap gurunya dengan tatapan menantang. "Ya," jawabnya dengan nada dingin. "Dia pantas mendapatkannya."

Jawaban Sasuke memancing amarah Naruto lagi. Ia melompat berdiri. "Sebenarnya kau ada masalah apa denganku, hah?" teriaknya sambil menuding. "Kau ini benar-benar sakit jiwa rupanya!"

"Cukup, Naruto!" sela Kakashi tegas. Lalu menghela napas lelah. "Duduklah."

Naruto menurut. Dengan geram, ia kembali menempelkan pantatnya ke kursi. Agak terlalu keras sehingga membuat kursi kayu itu berdecit menggesek lantai.

Kemudian Kakashi berpaling pada Sasuke. "Sasuke, kami sudah diberitahu soal kasus yang kau alami di Oto—" Sasuke memalingkan wajah ketika mendengar ini sambil menggumamkan kutukan terhadap kakaknya. Meski begitu, Kakashi tetap melanjutkan, "kau perlu tahu, bahwa di sekolah ini, kami tidak menolelir kekerasan—"

"Tapi kalau energimu terlalu berlebihan, kau bisa menyalurkannya di klub gulat," Pak Guru Maito mencoba bergurau, memecah ketegangan tak nyaman yang selalu menyelimuti ruangan itu setiap terjadi kasus seperti itu. Lalu tertawa sendiri dan langsung berhenti ketika menyadari tidak ada yang menganggapnya lucu. Ia berdehem.

"Jadi kami tidak akan segan-segan menskors bahkan mengeluarkanmu kalau kau membuat keributan lagi," Kakashi melanjutkan seakan tidak ada interupsi.

"Dengar itu, Uchiha!" Naruto mendelik pada Sasuke yang mendengus menghina lagi.

"Itu juga berlaku untukmu, Naruto," kata Kakashi tajam. Naruto langsung diam, bibirnya mengerucut. "Tapi karena ini masih awal semester dan Sasuke masih butuh adaptasi dengan sekolah ini, maka kami hanya akan memberi kalian bertiga hukuman sebagai ganti skorsing."

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang