Konoha High, kelas Science
"Psst... Sasuke?" kepala berambut pirang itu meneleng ke bangku di sampingnya, ke tempat sahabatnya yang berambut hitam kebiruan itu duduk, mendesis pelan.
"Hn?" Sasuke menyahut pelan tanpa mengalihkan pandangannya dari bukunya sementara bolpoint-nya tidak berhenti bergerak lincah di atas kertas, menulis berderet angka dan rumus rumit.
Si rambut pirang mencondongkan tubuhnya sedikit ke arah bangku Sasuke. "Aku belum memberitahumu, kan? Siang ini akan ada uji coba untuk pemain inti lagi!" beritahunya dalam bisikan keras. Mata birunya bersinar-sinar antusias.
Sasuke menghela napas keras, lalu memutar bola matanya. "Kau sudah memberitahuku setidaknya duapuluh kali sejak pagi, Naruto!" ia balas mendesis, lalu kembali menunduk untuk melanjutkan pekerjaannya.
Naruto mengernyitkan alis. "Masa?" tanyanya pura-pura heran. Tentu saja ia ingat telah memberitahu Sasuke-dan Sakura-tentang berita itu. Hanya saja ia tidak bisa menahan diri untuk terus menyebut-nyebut soal 'kesempatan kedua'-nya itu. Ia terlalu bersemangat.
"Hn," gumam Sasuke tanpa mengalihkan perhatian dari bukunya. "Kalau sekali lagi aku mendengarmu ngomong lagi soal itu, aku bersumpah akan menjejalkan kertas ini ke mulutmu!" ia menambahkan seraya meremas kertas oret-oret-nya dengan sikap mengancam, tepat di saat Naruto baru saja akan membuka mulut untuk bicara lagi. Bukannya Sasuke tidak suka, hanya saja mendengar hal yang sama berulang-ulang-terlebih itu dilakukan oleh manusia superberisik seperti Naruto-lama-lama membuatnya sebal juga.
Ah, diam-diam ia merasa iri pada Sakura yang duduk sedikit lebih jauh dari Naruto sehingga tidak perlu merasa terganggu oleh ocehan cowok itu yang tanpa henti. Atau setidaknya, gadis itu bisa berkonsentrasi lebih baik menyelesaikan soal Science supersulit ini.
Naruto menutup mulutnya dengan tangan, nyengir. "Iya deh, sori. Habisnya ini kan kese-"
"Dari pada itu, lebih baik kau selesaikan soal-soalmu, Bodoh!" sela Sasuke dalam suara rendah.
Naruto mencibirnya, kesal dikatai bodoh. Ia kembali menunduk memandang buku soalnya dan langsung mengeluh pelan saat menyadari ia nyaris belum menjawab satu soal pun. Buku tulisnya hanya terisi 'diketahui' dan 'ditanyakan'. Praktis ia hanya baru menyalin soalnya saja.
Oh, kenapa manusia senang sekali merepotkan dirinya menghitung hal-hal seperti ini? Naruto membatin. Apa gunanya coba, menghitung berapa kekuatan bunyi yang sampai di telingamu? Bukankah kalau terlalu keras kita hanya tinggal menutup kuping? Habis perkara!
Mata birunya selama beberapa saat memandangi angka-angka memusingkan itu dengan pandangan kosong, tidak tahu apa yang harus dilakukannya dengan angka-angka itu. Sepertinya saat itu otak Naruto memang sedang tidak bisa diajak berkompromi untuk berkonsentrasi pada soal, karena tidak berapa lama kemudian pikirannya kembali pada uji coba ulang itu.
"Hei, Sasuke," ia berbisik ke bangku sebelah.
Sasuke menoleh dengan ekspresi jengkel di wajahnya. Cowok berambut hitam kebiruan itu melempar pandang ada-apa-lagi-sih! pada Naruto.
"Kau dukung aku, ya! Kali ini aku yakin bisa masuk!" bisik Naruto sambil nyengir.
Sasuke menggeram pelan. "Terserah kau saja lah!" tukasnya. Lalu ia kembali menekuni bukunya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Novela JuvenilBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...