Sakura baru saja selesai mandi dan sedang duduk-duduk di ruang keluarga, menonton acara variety show televisi sambil makan semangkuk es krim bersama ibunya ketika bel pintu rumah berbunyi. Kepala kedua wanita itu refleks tertoleh ke arah pintu masuk.
"Siapa yang datang malam-malam begini?" Azami dan putrinya bertukar pandang.
Kemudian Sakura teringat Ino pernah berkata akan menginap malam ini. "Ah, mungkin Ino, Bu. Katanya dia mau menginap. Biar aku yang bukakan pintu," ujarnya seraya meletakkan mangkuk es krimnya di atas meja dan melompat turun dari sofa untuk membukakan pintu.
Rupanya benar Ino. Gadis pirang itu memakai topi di atas kepalanya yang serasi dengan jaket tentara yang ia pakai. Tas ransel yang menggembung tersampir di bahunya. Mukanya terlihat agak suntuk. "Hei," sapanya lesu.
"Masuklah. Kukira kau tidak jadi datang," kata Sakura, menyingkir dari pintu supaya Ino bisa masuk.
"Aku bilang akan datang, pasti datang. Lagipula aku suntuk sekali di rumah, tidak ada teman mengobrol," sahut Ino sambil melangkah masuk. Ia menendang lepas boots yang dipakainya dan menyimpannya di samping rak sepatu.
Kemudian mereka melangkah memasuki ruang keluarga. Ino berhenti untuk menyapa Azami sementara Sakura mengambil es krimnya di meja, sebelum keduanya menaiki tangga menuju kamar Sakura.
"Jadi, bagaimana rapat evaluasi tadi?" tanya Sakura begitu mereka sudah berada di kamarnya. Ia menghenyakkan diri di kursi belajarnya dengan sebelah kaki terangkat, sembari menyendok es krim vanilla-choco-chips banyak-banyak dari mangkuknya.
Ino melemparkan tasnya di bawah tempat tidur Sakura dan melempar dirinya berbaring di sana. Sejenak ia hanya mamandang langit-langit kamar, menghembuskan napas dengan lelah sebelum menjawab, "Biasa saja. Yah… ternyata banyak insiden-insiden yang tidak kita tahu. Seperti ada oknum yang berusaha menyelundupkan bir ke sekolah, tapi tertangkap Pak Ebisu dan anak-anak keamanan." Ino mengangkat bahunya. "Tapi selebihnya… agak membosankan. Jujur saja aku tidak terlalu mendengarkan karena asyik ngantuk."
Sakura tertawa kecil. "Kebiasaan!" Lalu memasukkan sesendok besar es krim ke mulutnya.
"Yah, enak saja kau ngomong begitu," Ino mencibirnya. "Suara Menma yang memimpin rapat mendayu-dayu seperti sedang meninabobokan anak-anak. Bahkan si Naruto sampai ketiduran dan baru bangun saat rapat selesai. Ah, sudahlah… Aku kemari bukan untuk membicarakan rapat evaluasi." Gadis itu beranjak dari posisi berbaringnya di atas ranjang dan memandang Sakura. Sebelah alisnya terangkat. "Tidak takut gemuk makan es krim malam-malam begini?"
Sakura menjawab dengan gendikan bahu. "Sesi diet untuk peran Violetta sudah selesai. Aku bisa makan apa pun yang aku mau mulai sekarang," tandasnya sambil nyengir.
"Tch!" Ino mendengus tertawa. "Jadi bukan untuk melampiaskan stresmu setelah kejadian dengan Neji, eh?"
Cengiran di wajah Sakura sedikit memudar. Menyebut-nyebut soal Neji membuatnya teringat pada pembicaraannya dengan Yakumo beberapa jam yang lalu, juga semua sakit hati yang pernah terjadi karena masalah itu. Jika dipikir-pikir kembali, ia hanyalah orang luar yang kebetulan terlibat. Sakit hatinya bukanlah apa-apa dibandingkan dengan apa yang dirasakan Yakumo. Mengingat ia pernah begitu membenci gadis itu membuatnya merasa bersalah.
"Kenapa?" suara Ino menyadarkannya.
Sakura mengerjap, memandang Ino yang sedang mengawasinya dengan dahi berkerut. "Kenapa apa?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Roman pour AdolescentsBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...