Chapter 34: Perasaan Buruk

160 26 4
                                    

Naruto Uzumaki menolehkan kepalanya untuk kesekian kalinya ke arah pintu masuk stadion. Dan untuk kesekian kalinya pula ia terpaksa menelan kekecewaan saat dua orang yang sedari tadi ditunggunya tidak juga menahan diri. Meskipun sebenarnya ia tidak banyak berharap Sakura dan Sasuke akan datang karena kedua sahabatnya itu tidak berjanji akan datang. Tapi tetap saja, pikirnya cemberut, pasti akan sangat menyenangkan kalau mereka bisa datang menontonnya berlatih. Seperti teman-teman setimnya yang lain…

Pandangannya beralih pada rombongan gadis-gadis—yang dikenali Naruto sebagai pacar-pacar teman setimnya—yang duduk di salah satu sisi lapangan, menonton mereka berlatih. Ah, diam-diam Naruto jadi iri pada teman-temannya yang lain—minus Lee yang memang tidak—belum—punya pacar yang menemaninya berlatih. Andai saja Sakura—

Ah, tidak! Tentu saja tidak! Naruto memarahi dirinya sendiri dalam hati. Hubungannya dengan Sakura tidak akan menjadi seperti itu—meskipun sebenarnya sedikit banyak Naruto masih mengharapkannya…

DUAG!

"Ouch!" Naruto terhuyung ketika bola sepak yang ditendang rekannya menghantam kepalanya dengan telak. "Oi! Hati-hati dong!" ia berteriak pada si penendang sambil menggosok-gosok pelipisnya yang terhantam bola. Tapi rupanya yang barusan menendang bola adalah sang ketua klub sendiri.

"Naruto! Jangan melamun saja dong!" tegur Temujin dengan tatapan galak. "Yang serius!"

Naruto menggaruk belakang kepalanya yang tak gatal, nyengir minta maaf. "Iya, iya… Sori!" Ia lantas kembali memusatkan perhatiannya pada latihannya.

Tapi sebelum ia berbalik, matanya tidak sengaja bertemu pandang dengan mata lavender seorang gadis yang tengah berdiri di dekat bangku pelatih, di dekat seorang cowok berambut cokelat jabrik, Kiba Inuzuka, yang tengah asyik mengambil gambar kegiatan latihan mereka dengan kameranya. Naruto melempar senyum pada gadis itu—yang langsung berpaling dengan wajah merona merah dan kembali melanjutkan kegiatannya mewawancarai Pak Gai Maito bersama Shino Aburame.

"Kau seharusnya masuk juga menemuinya, Sasuke," kata Sakura pada Sasuke ketika keduanya tengah berjalan meninggalkan Rumah Sakit Konoha. Gadis itu melempar padangan mencela pada cowok yang berjalan di sampingnya itu. "Dia benar-benar sudah berubah, tahu!"

"Bicaramu seperti Naruto," gerutu Sasuke seraya membenamkan sebelah tangannya yang bebas tali Rufus ke dalam saku jaketnya, berlagak tidak peduli.

"Kau masih tersinggung karena Sai mengataimu homo, kan?" Sakura menebak dengan nada dingin dalam suaranya.

"Dia sudah menginjak-injak harga diriku sebagai laki-laki normal, Sakura!" Sasuke menukas kesal. Ia menghentikan langkahnya dan berbalik menghadapi Sakura. "Dan jangan mencoba membelanya sekarang! Aku sedang tidak ingin bertengkar," ujarnya dingin dengan nada mengakhiri berdebatan. Setelah memberi Sakura tatapan tajam memperingatkan, Sasuke berbalik dan berjalan mendahului gadis itu.

Sakura menghela napas. 'Tapi Sai ingin minta maaf padamu, Sasuke. Dan dia kelihatannya benar-benar menyesal,' gadis itu membatin sedih sembari menatap punggung Sasuke yang semakin menjauh. 'Haa… dasar cowok. Memang susah kalau menyangkut harga diri…' Mengangkat bahu, gadis itu bergegas menyusul Sasuke, menyamai langkahnya yang lebar-lebar.

Jarak antara Rumah Sakit Konoha dan Stadion Olah Raga Konoha sebenarnya tidak begitu jauh. Memang sih, menjadi agak jauh kalau ditempuh dengan berjalan kaki, tapi terlalu dekat kalau kau menggunakan bus umum. Sasuke, yang selalu saja ingin semuanya berjalan cepat, mengusulkan untuk naik bus saja.

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang