Keesokan harinya, Sakura melewatkan waktu seharian mempersiapkan diri untuk menghadiri prom pertamanya. Dan ini cukup membuatnya gugup. Belum lagi tampaknya orang-orang di sekitarnya juga ikut-ikutan antusias. Azami, contohnya, yang langsung menyarankan ini dan itu, membuat putri tunggalnya itu bosan dengan menceritakan tentang prom pertamanya dulu-ternyata prom-date pertama ibunya bukanlah ayahnya!-Begitu pula dengan Kakashi, Izumo, Kotetsu, Isaribi dan Ayame yang tak hentinya menggoda Sakura tentang prom-date-nya dan membuat gadis itu malu setengah mati.
Rin-tunangan pamannya yang kebetulan ada di restoran ketika Sakura dengan gembira mengumumkan bahwa ia akan pergi ke prom-barangkali lebih membantu. Wanita yang juga berprofesi sebagai dokter itu mengusulkan butik-butik bagus dengan harga terjangkau yang bisa mereka datangi untuk memilih gaun bersama Ino, memilihkan sepatu dan asesori yang cocok, bahkan dengan senang hati menemani calon keponakannya itu ke salon-Ino pergi ke salon yang berbeda di dekat rumahnya.
Hasilnya pun tidak sia-sia.
Sakura memandang ke dalam cermin di kamarnya untuk kesekian kalinya, seakan tidak mempercayai bahwa gadis cantik yang kini balas menatapnya adalah pantulan dirinya.
Gaun satin selutut berwana hijau olive yang serasi dengan warna matanya itu terlihat pas di tubuhnya. Dengan detail lilitan pita bagian perut sampai pinggang dan rok yang sedikit menggembung, gaun itu terlihat sangat sederhana, namun tetap cantik. Makeup yang diaplikasikan tipis-tipis di wajahnya membuatnya tampak segar dan cantik. Rambutnya yang panjang menjuntai kini sudah dirapikan, dibentuk menjadi ikal yang terjatuh dengan lembut di bahu hingga ke bawah tulang belikatnya, dihias oleh jepitan rambut yang serasi dengan gaunnya. Stiletto hitam yang membungkus kakinya melengkapi penampilannya, membuatnya terlihat lebih ramping.
Saat itu, Sakura merasa dirinya tidak kalah cantik dari Ino atau gadis mana pun di Konoha High.
"Kau melupakan topengmu, Sakura," suara seorang wanita menginterupsinya.
Sakura menoleh dan mendapati Rin baru saja muncul di pintu, membawa topeng separuh berwarna hitam dengan aksen keemasan yang benar-benar cantik, juga sebuah clutch untuk menyimpan ponsel, dompet dan tak lupa undangan promnya.
"Ah," Sakura mengambil kedua benda itu dari tangan Rin, "Terimakasih, Bibi Rin..."
"Wah, lihat dirimu. Kau terlihat spektakuler," seru Rin antusias seraya berjalan ke belakang Sakura, ikut memandangnya dari cermin seraya tersenyum. Jemarinya merapikan helaian rambut merah muda calon keponakannya.
Sakura merasakan wajahnya menghangat. Ini bukan kali pertama dirinya mendengar komentar seperti itu tentang penampilannya-tapi tetap saja... "Ah, semua orang juga pasti tampil spektakuler malam ini," ujarnya merendah.
Rin tersenyum dari balik cermin. "Tunggu sampai pamanmu melihatmu. Kau akan membuatnya ternganga."
Sakura terkikik. Ia pun sudah tak sabar melihat reaksi Kakashi.
"Dan pemuda bernama Lee ini... aku yakin dia adalah pemuda paling beruntung karena mendapatkan gadis secantik kau sebagai prom-date-nya."
Wajah Sakura yang sudah hangat terasa semakin panas. Ia baru saja hendak membuka mulut untuk menanggapi ketika terdengar suara bel dari arah pintu depan.
"Itu mungkin Lee," seru Rin dengan antusiasme seorang gadis remaja yang akan pergi berkencan untuk pertama kalinya, "Ayo, sebaiknya kita turun sekarang untuk menyambutnya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...