Sakura mengawali hari itu dengan perasaan luar biasa riang. Wajahnya tampak cerah ketika ia memandangi bayangan dirinya dalam cermin pagi itu. Sepertinya kejadian menyenangkan hari sebelumnya telah memberinya energi tambahan untuk menghadapi hari ini. Oh, Sakura merasa bersemangat sekali. Rasanya tidak sabar sampai di sekolah dan bertemu teman-teman dan para guru.
Gadis itu mengadip pada bayangannya sendiri dalam cermin sebelum berpaling untuk mengambil mantelnya, memakainya di atas sweter merah muda pemberian Kakashi saat ulang tahunnya yang keenambelas tahun lalu, kemudian menyambar tas sekolahnya. Ah, dan novel pemberian Neji yang sudah ia baca beberapa halaman semalam.
"Ceria sekali anak Ibu," sapa Azami begitu Sakura turun ke dapur untuk sarapan. Bubur hangat sudah tersedian di atas meja bersama segelas susu dan telur.
"Selamat pagi," Sakura mencium pipi ibunya, lalu duduk. "Sudah tidak sabar sampai di sekolah," ujarnya sambil mengambil gelas susunya dan menyeruputnya sedikit.
Azami tersenyum, kemudian duduk di bangku di depan Sakura. "Kau kan baru kemarin sore bertemu Neji," godanya, serta merta membuat pipi anak gadisnya merona merah karena malu.
"Ah, Ibu ini…" protesnya. Azami terkekeh.
Tepat setelah mangkuk bubur dan gelas susu Sakura tandas, terdengar suara klakson dari depan rumah.
"Mungkin itu pamanmu. Dia bilang mau menjemputmu hari ini," beritahu Azami. Ia beranjak dari bangkunya dan mengintip di jendela. Di depan rumah, tampak mobil sedang perak keluaran lama—mobil Kakashi. "Ah, benar. Itu dia."
"Paman menjemputku? Tumben…" Sakura mengelap sisa susu di sudut bibirnya dengan serbet seraya menjulurkan leher ke arah jendela untuk melihat ke luar.
"Sebaiknya kau bergegas, Sayang," kata Azami.
"Hmm.." Sakura meletakkan serbetnya di atas meja dan bergegas meninggalkan dapur untuk memakai sepatunya. Ibunya menyusul kemudian dengan membawakan tasnya yang tertinggal di dapur—saking bersemangatnya sampai-sampai terlupa barang yang benar-benar penting. Ia juga nyaris tergelincir di tangga dengan alasan yang sama.
"Hati-hati, Sakura!" seru ibunya sambil tertawa melihat anaknya begitu terpeleset-peleset di halaman yang licin karena es menuju mobil pamannya.
"Selamat pagi!" sapa Sakura sedikit terengah ketika akhirnya ia berhasil melompat masuk ke bangku depan mobil Kakashi tanpa cedera.
"Pagi, Little Red Ridding Hood," sapa Kakashi, merajuk pada mantel bertudung sepanjang lutut berwarna merah menyala yang dikenakan keponakannya itu. Sakura hanya nyengir, kemudian menutup pintu mobil sebelum mereka meluncur perlahan meninggalkan Blossoms' Street.
Obrolan seru segera saja terjadi antara paman dan keponakan itu. Meskipun obrolan lebih didominasi Sakura sementara Kakashi hanya menanggapi beberapa kali sambil tertawa, namun Kakashi sangat menikmatinya. Dibiarkannya saja keponakannya itu mengoceh, mengomentari ini itu, seakan obrolan keduanya hari sebelumnya belum cukup. Bahkan ia tidak keberatan ketika Sakura mulai menggoda hubungannya dengan Rin.
Pemandangan serba putih mendominasi di sepanjang jalan menuju Konoha High. Tumpukan salju menutupi hampir setiap sudut jalan. Sebuah truk pengeruk salju tampak sedang membersihkan jalanan di Crimson Drive ketika mereka melintas di sana.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...