Sai berguling dengan gelisah di atas ranjangnya, mencoba mencari posisi yang paling nyaman untuknya tidur. Namun rasa kantuk itu belum kunjung datang, padahal saat itu waktu sudah menunjukkan lewat tengah malam. Entah sudah berapa lama sejak terakhir kali suara-suara para pelayannya yang berseliweran di luar kamar—sekarang suasana sudah sama sekali hening. Hanya suara dentang jam besar di ruang keluarga yang sesekali terdengar bergaung menyeramkan di penjuru rumah besar itu.
'Sebenarnya apa yang sedang terjadi dengan diriku?' Itulah yang selalu terlintas dalam benaknya setiap kali kegelisahan yang tak biasa itu hinggap dalam hatinya, membuatnya tak menentu. Ia sama sekali tak mengerti, mengapa bayangan gadis itu selalu saja masuk ke dalam pikirannya, mengusiknya tanpa ampun? Seakan itu belum cukup menyiksa, sekarang sosok itu juga membuatnya tidak bisa tidur.
Sekali lagi Sai berguling, kali ini berbaring miring menghadap ke arah jendela yang ditutupi tirai. Mata eboninya menatap kosong pada bayangan pohon yang bergoyang menyeramkan ditiup angin malam. Ia menggigit bibirnya sementara pikirannya kembali pada sosok itu lagi.
Ino… Yamanaka…
Sejak awal bertemu pun gadis itu sudah mencuri perhatiannya. Kemiripannya dengan 'Sang Bidadari', tentu saja, yang paling membuatnya penasaran. Sebagian dirinya meyakini bahwa gadis itu memang 'Sang Bidadari' meskipun ia belum mendapatkan fakta yang mendukung ke arah sana selain kemiripan yang luar biasa itu. Ino sama sekali tidak mengenal Shin, itulah yang membuatnya ragu. seiring berjalannya waktu, ia mulai melupakan 'Sang Bidadari' dan berteman dengan Ino sebagaimana dengan anak-anak lainnya di sekolah.
Otaknya kembali memutar kembali saat-saat ia banyak menghabiskan waktu dengan gadis itu saat Naruto dan Sakura saling mendiamkan tempo hari, mendengarkannya mengoceh dan tertawa, melihat matanya yang berbinar setiap kali mereka membicarakan apa yang akan mereka lakukan selanjutnya, senyumnya saat akhirnya Naruto dan Sakura berbaikan. Satu hal yang bisa ia simpulkan saat itu, bahwa Ino adalah teman yang sangat menyenangkan sebagaimana Sakura dan Naruto—dan Sasuke, dan Sai menyukai saat-saat yang ia lewatkan bersamanya.
Hanya saja entah bagaimana perasaan itu mulai bergeser. Ada perasaan lain yang membuatnya ingin tetap mempertahankan kebersamaan itu selama mungkin, perasaan yang kemudian tanpa ia sadari mendorongnya untuk bergabung dalam band—hanya untuk bisa menghabiskan lebih banyak waktu dengan gadis itu dan membuatnya terkesan. Perasaan yang tanpa sadar membuatnya berharap gadis dalam lukisan kakaknya bukanlah Ino. Ia tetap tidak menyadarinya sampai malam itu, saat ia meloloskan Ino dari serempetan mobil. Detik itu juga Sai menyadari ada yang tidak beres dengan apa yang dirasakannya terhadap gadis itu. Tidak normal. Dan itu membuatnya gelisah.
Awalnya ia mengira semuanya akan berjalan baik-baik saja dan ia akan segera terbiasa, tapi ia salah. Semua itu justru membawanya ke perasaan asing lain yang lebih kuat, dan itu terjadi setiap kali melihat—atau membayangkan—Ino bersama pemuda lain. Perasaan yang jauh lebih sulit ditahan. Ini sangat menyiksanya.
Sai menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan-lahan seraya memejamkan mata, berusaha menenangkan diri.
Sai terbangun dengan terkejut. Entah sudah berapa lama ia jatuh tertidur. Kepalanya terasa pusing dan berat—barangkali akibat kurang tidur selama beberapa hari ini.
Sebuah sentuhan ringan di bahunya membuatnya terlonjak kaget. Serta merta ia menoleh dan luar biasa terkejut begitu mendapati sosok orang yang sudah sangat dikenalnya—yang juga tidak seharusnya ada di sana—sedang berlutut di tepi ranjangnya. Atau yang semula ia kira begitu, karena kemudian ia menyadari ia sedang tidak berada di kamarnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...