Hari senin siangnya setelah sekolah usai, seperti biasa Naruto menuju lapangan untuk kembali ikut latihan bersama timnya. Siap menerapkan strategi dan taktik yang telah ia diskusikan bersama Sasuke beberapa hari sebelumnya. Hanya saja kali ini mereka tidak didampingi Pak Maito karena beliau sedang pergi ke Ame untuk menjenguk kontingen Konoha yang sedang berlaga di sana.
Dan Sakura dan Sasuke seperti biasa menempatkan diri mereka di bangku penonton, dan Sakura mulai mengeluarkan bukunya untuk mengantisipasi rasa bosan-mengingat gadis itu tidak begitu senang bola. Tapi sebaliknya dengan Sasuke. Cowok dingin itu tidak mengeluarkan buku kecil-bersampul-putih-polos-nya seperti yang biasa dilakukannya, melainkan memacangkan matanya, mengawasi latihan anak-anak klub sepak bola.
"Awas saja kalau masih tidak ada kemajuan," Sasuke menggumam dengan suara rendah. Tangannya yang saling mengatup diletakkan di depan bibirnya sementara matanya memicing mengikuti gerakan Naruto dan kawan-kawannya di lapangan.
Sakura mengangkat wajah dari buku yang sedang dibacanya dan menoleh pada Sasuke. Alisnya bertaut. "Memangnya kenapa?" tanyanya keheranan.
"Karena kalau begitu aku sudah membuang-buang waktuku percuma," kata Sasuke tanpa memandang gadis di sebelahnya.
Sakura tertawa kecil. "Kau memang keras, seperti kata kakakmu," komentarnya sebelum kembali menatap deretan huruf di halaman yang tengah ditekuninya beberapa saat yang lalu.
Sasuke akhirnya mengalihkan perhatian dari lapangan dan menatap Sakura dengan dahi berkerut. "Apapun yang kau dengar dari kakakku, jangan percaya. Itu tidak benar," tukasnya. Ia pastilah membayangkan Itachi sudah bicara yang tidak-tidak tentangnya hari sebelumnya.
Sakura meledak tertawa. "Oh, yeah? Kalau begitu kata-kata kakakmu yang menyebutkan kalau kau sebenarnya orang baik itu tidak benar ya?" tanyanya meledek. "Kalau begitu yang benar apa dong? Oh, aku tahu! Ternyata Sasuke Uchiha yang jenius ini ternyata anggota komplotan kriminal kelas berat! Omong-omong, kau sudah pernah masuk penjara berapa kali?" gadis itu tertawa-tawa.
Sasuke memalingkan wajahnya lagi, merasa sebal sekaligus malu. "Diam kau!" gerutunya. Wajahnya memerah seiring dengan bertambah kerasnya tawa Sakura.
"Makanya, jangan berpikir negatif melulu," kekeh Sakura lagi, "Pantas saja mukamu itu selalu tampak stress. Hati-hati, bisa-bisa jadi gangguan jiwa lho."
"Aku bilang diam!" bentak Sasuke habis sabar.
"Ah, begitu saja marah," Sakura menepuk lengan Sasuke dengan bukunya sambil tertawa, "Aku kan cuma bercanda, Sasuke." Gadis itu berdeham pelan untuk menghentikan tawanya sebelum melanjutkan dengan nada sedikit mencibir, "Kau ini... Padahal kau punya kakak yang begitu baik. Kalau aku jadi kau, aku pasti bersyukur sekali."
Tentu saja aku bersyukur, Sasuke membatin. Siapa yang tidak bersyukur memiliki kakak sebaik Itachi? Hanya adik yang tidak tahu diri. Namun seperti biasa, ia tidak mau mengakuinya.
"Kalau melihat kakakmu, aku jadi teringat kakakku," celetuk Sakura kemudian dengan pandangan menerawang.
Sasuke menoleh menatap gadis di sebelahnya, agak terkejut mendengar informasi ini. Sakura tidak pernah sekali pun terdengar bicara kalau ia memiliki seorang kakak, dan dari yang Sasuke lihat semenjak mereka sering menghabiskan waktu bersama-sama, sepertinya Sakura itu anak tunggal.
Seulas senyum sedih muncul di wajah Sakura. Lalu ia melanjutkan dengan suara lirih, "Dia... kakak perempuanku... sudah meninggal lima tahun yang lalu."
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Novela JuvenilBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...