Chapter 49 : Akhir Pekan

161 21 1
                                    

Setelah peristiwa di rumah Shikamaru, hubungan antara Sakura dan Naruto tampaknya semakin merenggang. Keduanya belum bicara satu sama lain sejak saat itu. Naruto, yang masih dilanda rasa bersalah karena perbuatannya waktu itu selalu menghindari Sakura, duduk sejauh mungkin darinya di kelas, kabur setiap kali berpapasan di koridor, dan apa pun yang tidak memungkinkan ia untuk berinteraksi untuk sementara waktu dengan gadis itu. Cowok itu terus menerus dihantui pikiran bahwa Sakura membencinya dan cemas setiap kali memikirkan hal itu.

Awalnya Sakura sama sekali tidak peduli karena ia terlalu kecewa dan marah pada Naruto. Tapi perlahan sikap Naruto itu membuatnya resah, terlebih setelah pembicaraannya dengan Ino.

"Aku percaya Naruto tidak bermaksud melakukan hal itu, Sakura," kata Ino dengan suara pelan keesokan harinya setelah kejadian di rumah Shikamaru. Saat itu mereka sedang menghabiskan waktu istirahat makan siang mereka di perpustakaan sekolah, sementara Naruto entah berada di mana bersama Sai. "Kau mengenal Naruto, kan?"

"Kau tidak ada di sana, Ino!" Sakura balas mendesis dari atas buku yang tengah dibacanya. "Kau tidak tahu bagaimana rasanya-"

"Kecewa?" sahut Ino. "Yeah, aku memang tidak tahu -karena baik Chouji maupun Shikamaru tidak pernah ada yang mencoba menciumku-Tapi, ayolah... Barangkali saat itu dia hanya refleks, tersandung sesuatu atau apa..."

"Tersandung sesuatu?" dengus Sakura. "Yang benar saja."

Ino nyengir kecil ketika menyadari bahwa idenya yang barusan memang terdengar agak konyol. "Well, mungkin memang tidak tersandung sesuatu," ujarnya kemudian, lalu menatap Sahabatnya itu memohon. "Tapi bisakah kau memikirkannya lagi, Sakura? Cobalah memahami perasaannya. Aku tahu kau sangat menyayangi Naruto, seharusnya kau paham situasinya, meskipun yah... tindakannya itu tidak bisa dibenarkan juga, sih."

Sakura tidak membalasnya. Mata zamrudnya berhenti bergerak pada satu titik di bukunya dan ekspresi sedih tampak selintas di wajahnya sebelum ia berbalik dan berjalan ke arah bangku baca. Ino menyambar salah satu buku asal saja dari rak dan mengikuti Sakura.

"Dengar," kata Ino lagi sambil berpura-pura membuka-buka bukunya sementara mata birunya terpacang pada Sakura, "Aku yakin seratus persen Naruto tidak mungkin dengan sengaja menyakitimu. Dia kelihatannya menyesal sekali -kalau kau tidak tahu."

"Kalau dia menyesal, kenapa tidak minta maaf?!" tukas Sakura jengkel.

Ino menghela napas. "Karena dia tahu kau masih marah padanya. Barangkali malah dia berpikir kalau kau benci padanya. Dia sangat bingung. Maka dari itu dia terus menghindarimu," tuturnya sabar.

"Oh, sepertinya kau sangat mengerti dia, ya?" sahut Sakura sarkastis sambil membalik halaman bukunya dengan marah.

Ino memutar bola matanya melihat sikap emosional sahabatnya itu. "Kau sangat kekanak-kanakan kalau sedang marah, kau tahu?"

Sakura tidak menyahutnya. Bibirnya terkatup rapat.

Ino memandang Sakura putus asa. "Oke. Aku tidak akan mendesakmu lagi untuk memaafkan Naruto. Percuma saja karena yang ada di kepalamu sekarang ini hanya dirimu sendiri. Tapi coba pikirkan lagi. Persahabatan kalian sudah sedemikian dalam, sayang kalau harus berakhir dengan cara seperti ini-"

"Dia yang memulai duluan!" desis Sakura keras kepala, tapi Ino mengabaikannya.

"-Coba ingat lagi semua hal yang sudah Naruto lakukan untukmu, Sakura. Dia selalu ada saat kau butuh dia, kan? Pikirkan apakah kemarahanmu setimpal dengan semua yang sudah kalian lewati bersama-sama? Dan pikirkan juga bagaimana perasaan Sai. Kau tahu, dari kemarin dia kebingungan setengah mati dengan sikap kalian berdua. Jangan karena kau sedang marah, kau jadi mengacuhkannya juga dong. Kasihan dia. Sasuke juga. Bagaimana perasaannya kalau dia tahu dua sahabatnya bersikap seperti orang asing satu sama lain?"

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang