Chapter 16 : Tuan Pelatih

150 25 1
                                    

Suara beker yang nyaring memecah keheningan pagi di kediaman Uchiha bersaudara. Sasuke menggerutu dalam tidurnya. Ia berguling di balik selimut, benar-benar merasa terganggu. Ia benci bangun pagi. Ia benci suara beker yang mengganggu tidurnya. Dan ia benci Itachi yang menaruh beker sialan itu di kamarnya.

Sasuke membuka matanya yang masih terasa berat sementara tangannya menggapai-gapai ke arah meja di samping tempat tidurnya, mencoba meraih beker yang masih berdering nyaring, lalu melemparkannya ke seberang kamarnya. Sang beker malang menghantam dinding dan terjatuh ke lantai dengan suara derak keras ketika beker kelima yang dibelikan Itachi terbelah menjadi dua bagian. Kamar kembali hening. Puas, Sasuke berguling lagi, bersiap tidur kembali.

"Sasuke! Sudah bangun belum?!"

Suara tak sabar sang kakak kini menggantikan beker membangunkannya, diselingi dengan gedoran keras di pintu. Sasuke menggerung pelan, menggumamkan sumpah serapah pada kakaknya. "Sebentar lagi..." gerutunya mengantuk.

"Sekarang atau kau akan terlambat ke sekolah!" teriak Itachi dari luar kamar.

Sasuke pikir ia akan bebas sejak tinggal bersama sang kakak. Tidak ada ibunya yang selalu ribut membangunkannya atau para pelayan yang heboh menyiapkan segala sesuatu untuknya. Tapi rupanya tidak. Itachi ternyata jauh lebih berdisiplin dari yang ia duga, dan ia betul-betul bawel. Sasuke bertanya-tanya dalam hati, sebenarnya Itachi itu kakaknya atau ibunya sih?

Menggeram kesal, Sasuke menendang selimutnya menjauh dan mendorong tubuhnya ke posisi duduk dengan malas-malasan. "Iya, aku bangun..." sahutnya sambil menguap lebar-lebar.

Ogah-ogahan, Sasuke beranjak dari ranjangnya untuk melakukan ritual pagi; cuci muka, gosok gigi, ganti pakaian, membereskan kamarnya—jangan salah. Meskipun Sasuke kadang bisa sangat malas, ia termasuk orang yang bersih dan rapi. Kamarnya tidak pernah berantakan—lalu turun sarapan. Yah, sebenarnya ia hanya sarapan kalau ada Itachi saja karena ia tidak biasa menyiapkan sarapan sendiri.

Itachi sudah duduk di balakang meja, mengunyah roti, ketika Sasuke masuk ke dapur. Pria muda itu sudah mengenakan setelan kantornya, berupa celana bahan berwarna gelap dipadu kemeja biru tua dan dasi yang serasi, sementara jas-nya masih tersampir di punggung kursinya. Rambut gelapnya yang agak panjang, dikucir dalam ikatan longgar di belakang tengkuknya. Dan sepertinya ia baru saja bercukur, karena wangi aftershave yang segar menguar dari arahnya.

Menggumamkan selamat pagi dengan malas-malasan pada sang kakak, Sasuke menuju kulkas untuk mengambil kotak jus jeruk, lalu roti yang baru dipanggang di toaster. Ia mendudukkan diri di kursi di seberang Itachi dan mulai mengoles roti panggangnya dengan mentega.

"Rambutmu masih berantakan, Sasuke," tegur Itachi sambil mengangkat gelas jus jeruknya, menyeruputnya sedikit.

Sasuke menjatuhkan rotinya ke piring lalu mengangkat tangannya, menyisir rambutnya dengan jemarinya yang panjang.

"Kau tahu, ada penemuan baru bernama sisir yang—"

"Tidak ada yang peduli dengan rambutku, Itachi!" potong Sasuke jengkel sambil memelototi sang kakak.

Itachi menatap adiknya, menahan tawa. "Selalu ada yang peduli dengan cowok dengan sederet panjang penggemar wanita, adikku. Kemarin sore ada cewek yang menelepon kemari, menanyakanmu. Siapa itu Karin? Pacar barumu?"

Sasuke mendengus keras, mengacuhkan kakaknya yang sekarang sedang nyengir menggoda padanya. Damn, cewek-cewek Konoha! Mereka bahkan lebih agresif dari pada cewek-cewek Oto, batinnya. Omong-omong, ia telah menerima setidaknya dua puluh surat cinta—entah itu diserahkan secara langsung atau diselipkan di lokernya atau ditaruh di laci meja yang biasa didudukinya—selama ia pindah ke Konoha High, dan itu benar-benar membuatnya jengkel. Mereka lebih menjengkelkan dari pada Sakura dan Naruto digabungkan. Ia mengigit rotinya dengan geram.

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang