Pekan ujian membuat hampir seluruh siswa mendadak menjadi kutu buku. Sepertinya itu sudah menjadi semacam tradisi di setiap sekolah, bukan? Termasuk para siswa Konoha High. Sakura Haruno di antaranya.
Mata hijaunya tak hentinya terpacang pada lembaran buku catatan di depan hidungnya sejak dari lapangan parkir siswa –Sakura sudah menggunakan sepedanya kembali sejak salju mulai mencair dan jalan sudah tidak terlalu licin lagi. Dengan semangat menggebu-gebu, gadis itu terus mengulang-ulang materi yang sebenarnya sudah dihapalnya di luar kepala. Bibirnya komat-kamit membisikkan berbagai teori dan rumus, seakan sedang membaca mantra.
Namun satu hal yang membedakannya dari anak-anak lain yang dilewatinya saat gadis itu melenggang di koridor sekolah pagi itu. Alih-alih menampakkan wajah tegang, senyum ceria selalu tersungging di bibirnya. Seakan ujian Aljabar yang akan menjadi ujian pertama mereka hari itu –yang juga selalu menjadi yang tersulit di antara semuanya—hanya sebuah kuis main-main yang tak berarti. Bukan berarti ia menyepelekan pelajaran yang satu itu, lho –Hei, yang menjadi gurunya kan pamannya sendiri! Dan Sakura mengerti betul soal-soal kejam macam apa yang bakal dikeluarkan oleh otak sinting Kakashi Hatake. Oh, Sakura sama sekali tidak bisa menyepelekannya.
Hanya saja apa yang sudah menunggunya di ujung minggu ini benar-benar membuatnya kegirangan. Rasanya sudah tidak sabar ingin cepat-cepat menyelesaikan semua ujian yang merepotkan ini dan menghadapi akhir pekan yang erm… mungkin sangat menyenangkan untuknya. Yah, dan jangan lupa soal pementasan yang tinggal di depan mata.
"SEMANGAT!" serunya ceria sembari mengacungkan tinjunya di udara, dan serta merta mengundang kikikan dan tatapan aneh dari anak-anak yang kebetulan ada di koridor itu.
Sadar apa yang baru saja dilakukannya, Sakura merasa pipinya menghangat. Terlebih di sana juga ada beberapa senior kelas tiga dan gurunya. Ya, ampun… Meringis malu, Sakura buru-buru kabur dari sana, bergegas menuju lokernya.
Langkahnya terhenti seketika saat matanya menangkap sosok cowok jangkung berambut hitam di dekat lokernya. Senyumnya seketika memudar saat ia melihat Sasuke Uchiha ada di sana.
Sakura tahu ia tak bisa menyalahkan Sasuke karena berada di sana, karena loker mereka letaknya memang tepat bersebelahan dan cowok itu pun tampaknya tak sedang menunggunya atau apa. Tapi tetap saja, entah mengapa melihatnya membuat Sakura agak kesal.
Sasuke sedang berdiri membelakangi arah datangnya. Cowok itu tampak menunduk dalam lokernya, sibuk dengan entah apa di dalam sana. Dan dia sama sekali tidak mengangkat kepalanya saat Sakura mendekat, seolah sama sekali tidak menyadari kehadiran gadis itu.
Tak ada tegur sapa atau hanya sekedar basa-basi seperti yang kerap dilakukan ketika bertemu teman sementara keduanya berkutat dengan loker masing-masing. Hanya keheningan yang sama sekali tidak nyaman. Dan Sakura perlu usaha lebih kali ini untuk tidak menghiraukan cowok di sebelahnya itu –karena entah sejak kapan, Sasuke terus memandanginya secara terang-terangan, tapi ia sama sekali tidak mengatakan apa pun. Benar-benar bikin canggung.
Merasa tidak nyaman, Sakura akhirnya menoleh. Belum sempat gadis itu mengatakan apa pun untuk membuat Sasuke berhenti membeliak padanya, gadis itu sudah dikejutkan dengan apa yang terlihat di depan matanya. Sakura menahan napasnya. Wajah Sasuke tidak sebersih biasanya. Memar-memar menghiasi sudut bibir dan matanya.
"Mukamu kenapa?" celetuk Sakura refleks, gagal menyembunyikan nada cemas dalam suaranya yang kemudian membuat wajahnya merona. Gadis itu buru-buru memasang tampang dingin. "Berkelahi lagi, eh?"
Sasuke mengabaikannya. "Kau kemarin keluar lagi dengan Neji?"
Sakura mengerutkan kening, matanya balas membeliak. "Kurasa itu bukan urusanmu, kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...