Sebetulnya Naruto menaruh curiga pada niatan Sasuke untuk membantunya berlatih sepakbola. Dan siapa pun tidak bisa menyalahkan Naruto atas kecurigaannya tersebut. Coba pikir, apa yang tiba-tiba membuat Sasuke Uchiha, si cowok baru kurang ajar yang telah menyerangnya tanpa alasan yang jelas beberapa hari yang lalu, tiba-tiba saja sekarang mengajukan diri untuk membantunya berlatih? Sangat mencurigakan bukan?
Tapi memilih antara kecurigaannya terhadap Sasuke dan menerima tawaran cowok itu untuk dilatih olehnya yang berarti ada kemungkinan untuk maju dalam latihannya, Naruto memilih dilatih. Betapa pun menyebalkannya pilihan itu, toh Naruto tetap melakukan apa yang disarankan Sasuke padanya untuk mengistirahatkan diri dari latihan fisik selama beberapa hari.
Selama absen latihan fisik, Sasuke menggantinya dengan sesi diskusi-yang menurut Naruto sangat membosankan sekaligus menjengkelkan mengingat lidah Sasuke yang setajam silet kalau berkomentar-yang membahas tentang beragam teknik dan strategi persepakbolaan. Naruto semakin menaruh curiga ketika menyadari Sasuke lebih banyak menghabiskan waktu untuk menghinanya dibandingkan memberinya masukan yang berguna. Sampai-sampai hal ini meletuskan kembali pertengkaran sengit di antara kedua cowok itu yang nyaris membuat mereka berkelahi lagi. Dan itu mungkin akan terjadi kalau Sakura tidak ada di sana untuk melerai mereka.
Mungkin ini masih ada hubungannya dengan alasan tidak jelas di balik penyerangannya dulu, pikir Naruto geram.
Sementara itu, Sakura yang selalu bersama keduanya setiap saat setiap waktu-kecuali tentu saja kalau ke kamar kecil dan waktu pulang-juga mulai meragukan ketulusan Sasuke membantu Naruto. Merasa pusing dan tidak tahan lagi menghadapi hujan caci maki dan sumpah serapah di antara kedua cowok itu, Sakura tidak buang-buang waktu lagi. Ia menyambar kesempatan pertama saat Naruto sedang ke kamar kecil untuk memojokkan Sasuke.
"Sebenarnya apa tujuanmu sebenarnya di balik semua ini, eh?" desaknya pada Sasuke.
Cowok itu memberinya seringai tipis tanpa dosa yang membuat Sakura ingin sekali menonjok hidungnya. "Apa? Bukannya sudah jelas? Aku menghentikannya dari kegilaannya yang membuat kita harus menghabiskan waktu berjam-jam-"
Sakura mengibaskan tangannya tak sabar, menyelanya, "Oh, ngaku saja deh kau, Sasuke! Kau masih dendam padanya karena cewek itu kan?"
Ekspresi wajah Sasuke langsung berubah, kedua mata hitamnya menyipit. Dan ini semakin meyakinkan Sakura kalau kecurigaannya memang benar.
"Tahu tidak, aku pikir kau sudah berubah barang sedikit saja. Aku senang saat kau bilang kau akan melatih Naruto. Tapi nyatanya..." gadis itu mendengus, menatap Sasuke dengan pandangan kecewa dan tak habis pikir, "Kau malah memanfaatkan kesempatan untuk menyiksa Naruto, padahal dia sangat membutuhkan dukungan kita saat ini! Apa matamu tidak bisa dipakai untuk melihat itu, eh? Atau hatimu yang sudah mati?"
Sasuke mendengus kecil, lalu berpaling, menghindari tatapan gadis itu. "Aku tidak peduli..."
"Oh, terus saja tidak peduli!" Sakura menukas, suaranya gemetar menahan marah. "Aku tidak heran kalau Hinata tidak memedulikanmu, Sasuke."
"Kau tidak tahu apa-apa tentang Hinata-" kata Sasuke.
"Aku mengenal Hinata cukup lama dan aku tahu kalau dia gadis paling penyabar yang pernah kukenal," sela Sakura, "Kurasa kalian bisa berteman semata-mata karena kesabarannya. Menghadapi orang sepertimu pastilah amat menyiksanya!"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...