Hari Senin paginya, kesibukan persiapan festival sekolah kembali dimulai. Para siswa Konoha High tampak sangat bersemangat. Pagi-pagi sekali mereka –baik panitia maupun bukan—sudah mulai berdatangan ke sekolah untuk mempersiapkan segalanya. Kelas-kelas yang akan dipakai sebagai stand indoor mulai dihias, panggung-panggung kecil di bagian luar gedung sekolah juga mulai dibangun, begitu juga dengan tenda-tenda untuk stand outdoor.Bahkan para guru pun tak ingin ketinggalan dengan murid-murid mereka. Di tengah kesibukan mengolah nilai para siswa paska-ujian semester, mereka juga menyempatkan diri membuat stand makanan tradisional yang diketuai oleh Ibu Anko Mitarashi –beliau yang paling bersemangat.
Beberapa klub yang akan mengadakan pertunjukkan juga tak kalah sibuk. Band dan choir dari klub musik sudah sibuk latihan dari jauh-jauh hari, begitu pula dengan klub cheerleader dan dance. Klub komputer dan science juga mulai mempersiapkan pameran ilmiah kecil-kecilan mereka. Dan tentu saja, klub teater yang menjadikan festival sekolah tiap tahunnya sebagai salah satu proyek pementasan besar mereka.
Pagi-pagi mereka sudah mulai memindahkan properti panggung yang tadinya disimpan di gudang klub ke ruangan bagian belakang gymnasium. Tirai dan lampu untuk pencahayaan panggung yang nanti akan digunakan juga sudah mulai dipasang, pun begitu dengan latarnya yang sudah disusun berdasarkan babak.
Dan di antara para siswa yang sibuk itu, Sasuke Uchiha adalah satu di antaranya. Tentu saja, karena ia adalah penanggung jawab bagian peralatan, termasuk tetek bengek pesiapan panggung untuk pementasan teater.
"Oke, sekarang kita coba tutup tirainya!" seru Sasuke seraya melompat turun dari bibir panggung. Ia memberi isyarat tangan pada sahabatnya yang berambut pirang –Naruto—yang berada di dekat tuas penarik tirai.
Naruto mengangguk. Ia sedikit kesulitan menarik tuas yang memang sudah alot itu sebelum akhirnya berhasil. Tirai merah itu perlahan bergerak menutupi bagian depan panggung. Sasuke mengangguk puas. Tirai itu sudah tidak macet lagi.
"Buka tirainya, Naruto!" seru Sasuke lagi. Dan tak lama, tirai itu kembali bergerak membuka perlahan-lahan.
"Sip!" seru gadis kelas tiga berambut cokelat dicepol, Tenten, yang sedari tadi mengawasi mereka dari sisi panggung. Ekspresinya gembira. "Kurasa tirainya sudah oke. Trims ya, teman-teman! Oh—hei! Hati-hati dengan latarnya!" ia meneriaki anak kelas satu yang canggung tiba-tiba tersandung debu atau apa dan jatuh menabrak layar latar hasil karya Sai.
"Huff!" Naruto melompat turun dari bibir panggung, menghampiri Sasuke sambil menepuk-nepukkan tangannya yang kotor oleh debu. "Di sini sudah selesai kan, eh?" tanyanya seraya memandang ke arah panggung, di mana anak-anak klub teater sedang sibuk menggeser-geser properti ke sana kemari, menjajal benda apa yang tepat ditaruh di mana. Tentu saja dengan pengarahan sutradara mereka.
Tepat saat itu beberapa cowok baru saja memasuki gymnasium seraya menggotong piano tua dari ruang musik.
"Hei, ini ditaruh di mana?" tanya salah satu dari mereka.
"Taruh saja di sana," Sasuke menunjuk sudut di depan panggung. "Dari tadi aku tidak melihat Sai. Kemana dia?" tanya Sasuke pada Naruto sementara para cowok memindahkan piano yang berat itu ke tempat yang ditunjuknya.
"Kau lupa, ya? Hari ini dia ujian susulan. Tadi aku melihatnya dengan Pak Hatake," kata Naruto sambil nyengir. "Kuharap dia tidak stress. Kau tahu kan, ujian Aljabar kemarin gila-gilaan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...