Chapter 48 : Perasaan Naruto

171 24 5
                                    

Oto City, Uchiha Mansion

Hari sudah menjelang senja di Oto City ketika Jaguar hitam itu memasuki gerbang utama Uchiha Mansion. Dengan mulus, mobil mewah milik salah satu orang penting di Oto itu berhenti di depan beranda depan rumah besar bercat putih itu. Seorang pria berseragam serbahitam keluar dari mobil, bergegas mengitari mobil untuk membukakan pintu untuk sang tuan -seorang remaja laki-laki tujuhbelas tahun dengan rambut gelap mencuat di bagian belakang membingkai wajahnya yang rupawan, Sasuke Uchiha.

Sungguh sangat berbeda dengan saat ia masih tinggal di Konoha besama kakaknya, Itachi Uchiha. Di kota itu, kemana-mana ia mengendarai sepeda sport-nya -atau naik bus, tergantung kondisi-kadang-kadang, kalau ia sedang beruntung, ia akan meminjam -atau membawa kabur-mobil sang kakak. Tapi sekarang, saat ia sudah kembali ke rumahnya di Oto, segalanya sudah terjamin dengan fasilitas nomor satu, termasuk dalam hal transportasi. Di Oto City, kau tidak akan mendapati seorang Uchiha naik bus umum.

Sasuke melangkah keluar dari bangku belakang mobil itu, mengucapkan terimakasih pada sang supir sebelum melangkah menaiki undakan menuju pelataran pintu utama rumahnya yang megah. Seorang pria paruh baya dengan wajah ramah yang membukakan pintu untuknya mengangguk sambil tersenyum hangat. "Anda bersenang-senang hari ini, Tuan Muda Sasuke?" sambutnya.

Sasuke menoleh seraya menyunggingkan senyum tipis pada kepala pelayan yang sudah bekerja pada keluarga mereka sejak ia dan kakaknya masih kecil itu. Seharian menghabiskan waktu menemani ayahnya main golf sebenarnya bukan kegiatan yang paling digemarinya. Tapi berhubung ini ada kaitannya dengan menghabiskan waktu berkualitas dengan Ayah yang kerap diocehkan Itachi setiap kakaknya itu menelepon ke rumah, jadi Sasuke berusaha menikmatinya. Dan ia memang menikmatinya. Ia tidak pernah tahu kalau ayahnya itu orangnya cukup asyik diajak bicara tentang banyak hal.

"Lumayan juga, Paman Hayato," Sasuke menjawab. "Ibu di mana?" Ia mengalihkan pandangannya berkeliling ruang depan yang luas itu.

Hayato, sang kepala pelayan itu, menutup pintu ganda di belakangnya perlahan sebelum menjawab, "Nyonya ada di dapur seperti biasa, Tuan Muda Sasuke."

"Pantas saja aku mencium bau lezat," komentar Sasuke seraya membaui udara. Bau lezat memang tercium samar-samar, dan Sasuke sangat mengenali bau itu... Ah, seorang ibu memang selalu tahu, bukan?

Dan omong-omong, meskipun keluarga Uchiha adalah keluarga terpandang di Oto dan memiliki segalanya termasuk sederet pelayan yang siap melayani, namun sudah menjadi tradisi dalam keluarga itu bahwa seorang wanita Uchiha harus pandai dalam urusan dapur. Dan Mikoto Uchiha sangat memegang teguh tradisi ini. Semua urusan yang berhubungan dengan dapur selalu ia urus sendiri dan kelezatan masakannya adalah yang nomor satu -setidaknya itu menurut suami dan kedua putranya.

Sasuke mendapati ibunya itu sedang berkutat di dapur, tampak sedang mengaduk-aduk sebuah panci yang isinya menguarkan aroma menggiurkan sambil bersenandung kecil. Wanita itu mengenakan kostum dapurnya yang biasa, termasuk sebuah celemek bermotif bunga kecil-kecil dan rambut digelung tinggi di belakang kepalanya. Ia tampak terlalu asyik dengan pekerjaannya sampai-sampai tidak menyadari saat putra bungsunya menyelinap ke belakangnya.

Mikoto terlonjak kaget saat merasakan sepasang lengan melingkar di sekeliling perutnya, memeluknya dengan lembut dari belakang. "Eeek... Sasuke!"

"Hmm... sup tomat. Kelihatannya lezat, Bu..." kata Sasuke dari atas bahu ibunya tanpa melepaskan pelukannya.

"Eeh.. jangan peluk-peluk begitu, Nak. Ibu sedang bau dapur..." Mikoto mencoba melepaskan tangan putranya.

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang