Chapter 63 : Sakura Menghilang

149 25 1
                                    

Azami berjalan mondar-mandir di ruang duduk. Berkali-kali ia melongokkan kepala ke jendela yang mengarah ke jalan dengan sikap gelisah, seakan sedang menunggu sesuatu atau seseorang yang rupanya tak kunjung datang. Sementara itu, Kakashi yang duduk di sofa berusaha bersikap setenang mungkin, meskipun sebenarnya hatinya tak kalah risaunya dengan sang kakak ipar.

"Azami, tenanglah…" Kakashi mencoba membujuk Azami.

"Bagaimana aku bisa tenang?! Anakku belum pulang!" pekik Azami dengan nada cemas. Wanita berambut kemerahan itu mulai menggerigiti ujung ibu jarinya dengan sikap gelisah.

"Ini masih sore," kata Kakashi lagi, mencoba berpikir rasional. "Bukankah katamu Sakura biasa pulang setelah pukul tujuh? Lagipula Sakura pergi bersama Naruto, seharusnya kita tidak perlu cemas."

Azami tidak menjawabnya. Ia tahu Kakashi benar, tetapi ia terlalu mencemaskan putrinya saat ini.

"Kakashi benar," kata seorang wanita berambut cokelat keunguan sebahu yang baru saja memasuki ruangan dari arah dapur sambil membawa dua buah mug berisi teh herbal yang masih mengepul di kedua tangannya. Ia mengangsurkan satu mug pada Kakashi—"Trims, Rin,"—dan meletakkan mug satunya di atas meja, lalu menghampiri Azami. "Tidak usah terlalu cemas, Sakura pasti akan pulang. Tunggulah sebentar lagi, Azami."

"Tapi… tapi bagaimana kalau Sakura melakukan sesuatu yang nekat?" kata Azami dengan suara bergetar, matanya mulai berkaca-kaca. "B-bagaimana… bagaimana kalau anakku—anakku satu-satunya—mencoba bunuh diri?"

Kakashi terkesiap, mata kelabunya membelalak menatap kakak iparnya. "Azami! Jangan bicara seperti itu! Sakura tidak akan melakukan hal bodoh seperti yang kau katakan. Aku mengenal anak itu, dia tidak akan begitu!" katanya dengan nada meninggi.

Tapi Azami seperti tidak mendengarkannya, ia mulai menangis. Di sebelahnya, Rin melempar pandang menegur pada Kakashi sebelum merengkuh bahu Azami yang gemetaran, mencoba menenangkannya. "Kau terlalu tegang, Azami, sehingga berpikir yang tidak-tidak seperti itu. Semuanya akan baik-baik saja, oke?"

Azami masih menangis saat Rin mendesaknya agar duduk di sebelah Kakashi, kemudian ia sendiri duduk di sisi lainnya, masih membelai-belai lengan Azami dengan lembut.

"Ini semua salahku," bisik wanita pemilik mata hijau zamrud yang identik dengan mata putrinya itu di antara isak tangisnya, "Seharusnya aku lebih terbuka padanya sejak awal…" Ia menarik napas, menghapus air matanya dengan jari. "Kalau saja aku mendengarkan kalian…"

"Sshh… sudahlah…"

Azami menoleh pada Kakashi yang duduk di sebelahnya, meletakkan tangannya di atas lengan pria itu, menatapnya dengan matanya yang merah dan bengkak karena air mata, "Aku benar-benar minta maaf padamu, Kakashi. Kalau bukan karena kebodohanku, kau tidak akan terlibat dalam kekacauan ini. Sakura jadi berpikir yang tidak benar tentangmu. Maafkan aku…"

"Tidak apa," Kakashi melempar senyum tipis menenangkan pada kakak iparnya sambil menggenggam tangan Azami yang diletakkan di lengannya. "Yang penting sekarang adalah kita harus segera meluruskan kesalahpahaman ini dengan kepala dingin." Ia lantas menawarkan teh herbalnya yang masih utuh pada Azami, meletakkan mug hangat itu di antara kedua tangannya yang dingin, berharap rasa hangatnya bisa menenangkan saraf-sarafnya yang tegang.

Setelah Azami terlihat lebih tenang, Kakashi berpaling pada Rin. "Rin, bukankah seharusnya kau dinas malam ini? Kau tidak ke rumah sakit?"

L'amis Pour ToujoursTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang