Hujan salju kembali menerjang Konoha semalaman, membuat suhu udara di kota itu kembali menurun. Salju yang tadinya sudah mulai menipis dan mencair kembali menebal di jalan-jalan, yang berarti pekerjaan ekstra bagi para petugas pembersih salju di akhir pekan itu. Tetapi tampaknya tidak ada yang mengeluhkan keadaan itu, karena pagi harinya langit amat bersih, tak ada segumpal awan pun yang menghalangi sinar matahari. Cahayanya yang hangat memantul di salju-salju itu, membuatnya tampak berkilauan.Di mana-mana anak-anak terlihat sangat antusias, memanfaatkan akhir pekan sekolah mereka dengan bermain-main dengan salju. Tidak terkecuali di kompleks perumahan tempat Uchiha bersaudara tinggal. Di luar jendela kamarnya, Sasuke bisa mendengar anak-anak para tetangganya berteriak, tertawa, menjerit-jerit kesenangan sementara mereka bermain. Ia juga bisa mendengar suara salakan anjingnya, Rufus, meningkahi suara berisik bocah-bocah itu. Nampaknya si retriever itu tidak mau ketinggalan dalam antusiasme itu.
"Aah! Awas kau! Akan kubalas!"
"Hahaha… tidak kena! Wee!"
"Kak Itachi, ikutan main, yuk!"
"Kak, bikinin orang-orangan salju yang kaya waktu itu, dong!"
"Haha.. Lain kali saja ya, adik-adik…" –yah, Itachi memang cukup populer di kalangan anak-anak kecil di lingkungan itu.
"Kyaaa! Kak Itachi, Rufusnya nakal!"
"Kakak Sasukenya mana, Kak?"
Tapi suara-suara penuh semangat itu tidak lantas membuat Sasuke tergerak untuk meninggalkan ranjangnya yang nyaman dan bergabung dalam antusiasme akhir pekan yang menggebu-gebu seperti halnya Itachi yang pagi-pagi buta sudah menggerecokinya dan mengajaknya joging –Joging? Kakaknya itu sebenarnya sudah gila atau tidak waras mengajaknya lari-lari di tengah cuaca dingin seperti itu?
Bukannya apa-apa, hanya saja Sasuke merasa amat lelah. Semalaman tidurnya amat gelisah. Ia membuatnya mudah terbangun oleh suara sekecil apa pun dan sulit terlelap kembali. Praktis ia tidak tidur semalam suntuk.
Bayangan akan peristiwa yang terjadi beberapa hari belakangan ini terus-menerus berputar dalam kepalanya, memenuhi dirinya dengan perasaan yang membuat dadanya terasa sesak seperti mau meledak. Bukan. Bukan karena pemilihan OSIS, atau persiapan untuk festival sekolah yang memang sangat menguras tenaganya. Konyol memang—tapi itu semua hanya karena seorang gadis merepotkan.
Seorang gadis yang membuat Sasuke merasa dirinya terombang-ambing dalam perasaan tak menentu. Dan sekarang… menyiksanya dalam perasaan bersalah.
Oh, Tuhan… Sasuke mengacak-acak rambutnya dengan frustasi, kemudian membenamkan wajahnya di bantal, menggeram. Kalau bisa ia ingin melupakan saja semuanya, tapi tidak bisa. Ini benar-benar membuatnya lelah –tidak hanya tubuhnya, tapi juga batinnya.
Dan yang diinginkannya sekarang hanyalah beristirahat. Istirahat yang lama dan tenang tanpa gangguan.
Sasuke sudah hampir terlelap ketika suara ketukan yang cukup keras terdengar dari arah pintu menyentakannya kembali ke alam sadar, disusul suara yang sudah akrab di telinga,
"Sasuke?"
Itachi.
Yang dipanggil menggerundel jengkel. Ditariknya bantal dari bawah kepalanya kemudian dibekapkan ke telinganya, memblokir suara Itachi yang mengganggunya. Namun percuma saja, suara itu masih terdengar.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...