Seminggu kemudian di Konoha High.
"Pagi, Pak Guru Hatake!"
Pria muda berambut keperakan itu tersenyum kecil saat mendengar suara yang sudah sangat akrab di telinganya. Ia mendongak dari berkas-berkas yang sedang dikerjakannya dan mendapati salah satu muridnya mengintip dari pintu ruang guru, nyengir.
"Ah! Pagi, Nona Sakura Haruno," balasnya sambil meletakkan penanya. "Masuklah..."
Gadis yang bernama Sakura Haruno itu mendorong pintu lebih lebar sebelum melompat masuk. Gadis itu berlari kecil menuju meja gurunya yang memang terletak di sudut suangan sambil membawa kotak yang dibungkus kain merah di tangannya. "Titipan dari ibu, Pak Hatake! Makan siangmu!" beritahunya cerah seraya meletakkan kotaknya di atas meja sang guru.
"Terimakasih, Haruno," sahut pria yang rambutnya sudah berwarna keperakan meskipun masih muda itu. "Bukankah ini masih terlalu pagi? Rajin sekali..." katanya setelah Sakura menarik kursi kosong dan duduk di depan mejanya.
"Anda juga rajin sekali. Tumben pagi-pagi sudah datang. Biasanya kan telat," balas Sakura sambil nyengir jahil.
Pria itu terkekeh kecil. "Kau ini semakin pintar saja bicara," ia menghela napas, lalu meregangkan kedua lengannya. "Sengaja datang pagi-pagi untuk menyalin beberapa dokumen untuk semester ini," jelasnya.
"Sebentar sebentar..." Sakura menyela. Matanya menyipit curiga. "Biar kutebak. Um... dokumen ini pasti harusnya dikerjakan jauh-jauh hari, kan?"
Tawa yang keluar dari mulut gurunya itu jelas mengindikasikan kalau apa yang dibilangnya barusan benar adanya. "Dasar! Selalu saja mengerjakan segala sesuatunya di saat-saat terakhir," celanya namun dengan nada bercanda. Dan sepertinya gurunya itu tidak keberatan.
"Jadi, Haruno," pria itu berkata sambil mengatupkan kedua tangannya di atas meja. "Apa yang membuatmu datang ke sekolah sepagi ini?"
Sakura menghela napas. "Tenten menginginkan semua anak teater datang pagi-pagi hari ini untuk ngumpul-ngumpul. Ya ampun, padahal ini kan hari pertama sekolah..." gadis itu menggeleng-gelengkan kepala dengan dramatis. Rambut merah mudanya yang dibuntut kuda panjang berayun di belakang kepalanya. "Dan tahu tidak? Dia hanya ingin memberitahu kalau dia punya proyek besar untuk pensi nanti. Yang benar saja. Maksudku, itu kan masih lama. Dia bisa mengumumkannya nanti. Hhh... anak-anak kalau sudah naik ke kelas tiga memang kadang suka berbuat yang aneh-aneh ya..."
Kakashi Hatake membiarkan saja muridnya itu menyerocos panjang lebar selama beberapa saat. Merasa heran sendiri dengan perubahan nama sapaannya, Pak Hatake. Dia sudah terbiasa mendengar gadis itu memanggilnya 'Kakashi' saja selama liburan musim panas.
"...aku sudah mendapat jadwalku untuk semester ini. Aljabar III di hari pertama sekolah! Dan Sains! Ya ampun... Mereka pasti bercanda!" Sakura mengakhiri celotehannya dengan helaan napas dramatis.
"Aku yang mengajar Aljabar III, Nona Haruno," kata Kakashi.
"Justru di situlah masalahnya, Pak Hatake. Rasanya aku sudah bosan bertemu Anda terus sepanjang musim panas," seloroh Sakura sambil nyengir. "Bercanda, Pak!" kekehnya.
Kakashi ikut terkekeh-kekeh. "Tahu tidak? Aneh sekali rasanya mendengarmu memanggilku dengan 'Pak Hatake'."
"Sama anehnya mendengar Anda memanggilku 'Nona Haruno', kan? Lagipula..." mata hijau lebar itu berkilat jahil. "Kalau anak-anak lain mendengarku memanggil Anda 'Kakashi' mereka akan mengira kita ada affair. Aku tidak mau digossipkan dengan pria yang jauh lebih tua, terlebih yang sudah beruban." Gadis itu tertawa.
KAMU SEDANG MEMBACA
L'amis Pour Toujours
Teen FictionBefore the graduation. Konyol memang, jika Sakura mengingatnya kembali sekarang. Tapi ia tak akan pernah menyesalinya. Hari ketika Naruto memutuskan untuk melayangkan tinjunya pada Sasuke di koridor sekolah adalah hari bersejarah dalam hidupnya. Ha...