35.Apotek

309 52 2
                                    

Happy reading

Di kamar bernuansa abu-abu, seorang gadis dengan posisi tengkurap, mulut penuh cemilan, dan sedang membaca novel adalah cara santai yang dipilih Avi siang ini. Terik matahari diluar sana sangat panas, dengan berdiam diri di kamar sambil membaca novel adalah pilihan yang tepat.

"Pasti si penghianat di geng mereka itu Arnold. Tapi, Aksa juga mencurigakan sih, aishh! Gue bingung. Nih, cerita bikin sudzon mulu deh. Nambah-nambah dosa aja!" gerutunya kesal pada cerita yang ia baca saat ini.

"Tapi-"

Prank

Suara pecahan kaca terdengar dari lantai bawah. Avi yang terkejut langsung keluar kamar dengan langkah cepat menuruni anak tangga. Pemandangan yang pertama kali Avi tangkap adalah pecahan gelas berserakan di lantai dapur dan Lusi tengah berjongkok membereskannya.

"Bunda gapapa?" Avi ikut berjongkok membantu membereskan pecahan kaca itu.

Lusi tersenyum menatap Avi. "Gapapa."

Avi berdiri mengambil sapu dan menyapu bersih pecahan-pecahan kaca itu. Setelahnya, dia membantu Lusi duduk di kursi dan mengambilkan segelas air untuk Bundanya.

"Gelasnya kenapa bisa pecah?"

Usai meneguk air itu hingga tandas, Lusi menjawab, "Tadi pas bunda mau minum, tiba-tiba kepala bunda pusing, dan gak sengaja gelasnya kena senggol."

"Masih pusing?" Menanyakan keadaan Lusi.

"Sedikit."

"Avi beliin obat ya, di apotek."

Lusi mengangguk menandakan bahwa ia setuju. Langsung saja Avi bangkit pergi ke kamar mengambil cardigan berwarna hitam untuk ia kenakan keluar. Jarak dari rumah Avi dan apotek terhitung 46 langkah saja. Dengan hanya bermodalkan payung agar tidak terkena sinar matahari.

Sejauh mata memandang, Avi mendapati seseorang yang begitu familiar juga tengah berada di apotek. Mata Avi mengerjap untuk memastikan bahwa dia tidak salah orang.

"Sisil!"

Seseorang yang dilihat Avi tadi tak lain dan tak bukan adalah Sisil si gadis cuek, jutek, yang merupakan sahabatnya. Merasa namanya di panggil, Sisil pun berbalik dan sedikit terkejut akan kehadiran Avi. Diam-diam dia menyembunyikan sesuatu dari balik tubuhnya.

"A-Avi? L-lo, disini ngapain?" Sisil terdengar gugup.

"Beli obat." jawabnya singkat.

"Elo?"

Sisil gelagapan mendapati pertanyaan itu. "G-gue..., gue beli obat buat alergi. Kaki gue gatel-gatel." Avi ber-oh ria.

"Lo beli obat buat siapa?" Kini giliran Sisil bertanya.

"Ini, gue beli obat sakit kepala buat bunda." jawabnya mengangkat kresek berisi obat yang baru ia beli tadi.

"Nyokap lo kenapa?"

"Demam, sama sakit kepala gitu, tadi pagi udah baikan, terus tadi kambuh lagi."

Samar-samar Sisil mengangguk. "Semoga cepat sembuh ya, buat nyokap lo."

"Makasih."

"Kalo gitu gue pamit." Dia menaiki motornya seraya melambai-lambaikan tangannya. Avi pun turut melakukan hal yang sama.

Saat hendak kembali, seorang wanita yang merupakan apoteker itu menghampiri Avi. "Dek, liat cewek yang tadi nggak?"

Avi menoleh. "Baru aja pergi mbak, ada apa ya?"

"Ini, uang kembalian dia ketinggalan, sama resep obatnya juga." Apoteker itu memperlihatkan selembar uang dan juga resep obat.

"Kasih ke saya aja Mbak, kebetulan saya temennya. Nanti saya serahin ke dia." ujar Avi.

"Yaudah, kalo gitu uangnya saya kasih ke kamu ya, makasih sudah membantu." Senyum wanita itu mengembang.

"Sama-sama." Avi kembali melanjutkan langkahnya menuju rumah.

***
Usai membantu Lusi meminum obat dan tertidur pulas di kamar, Avi kini tengah rebahan di kamar sambil bermain ponselnya. Dan tiba-tiba saja dia teringat dengan resep obat yang diberikan apoteker tadi padanya. Tidak tau kenapa rasa keponya muncul, dan ingin mengetahui obat yang dibeli oleh Sisil tadi.

"Obat Xanax?" Beo Avi.

"Itu obat apa? Kok gue gak pernah dengar?"

Rasa ingin tahu semakin menggebu-gebu, Avi meraih ponselnya dan membuka aplikasi google lalu mengetik sesuatu di pencaharian.

Apa itu obat Xanax

Manik matanya bergerak membaca setiap deretan artikel yang muncul di layar ponselnya.

Xanax termasuk obat yang memiliki kandungan alprazolam yang merupakan obat anti kecemasan, panik, dan depresi. Walaupun fungsi utamanya sebagai obat penenang, obat ini harus dikonsumsi sesuai dengan resep dokter.

Kandungan alprazolam akan berikatan dengan reseptor GABA (Gamma-aminobutyric acid) yaitu sel saraf dan hormon otak yang tujuannya menghambat reaksi neurologis yang berbahaya. Sehingga mereka yang mengonsumsi xanax akan menjadi lebih tenang dan mudah mengantuk. Efek samping dari konsumsi xanax berlebihan adalah pusing, penurunan ingatan, kejang, alergi, hingga perubahan suasana hati.

Fyi, artikel diatas aku dapat dari Google ya!

Bola matanya seolah ingin keluar setelah membaca artikel di atas yang menyatakan bahwa obat xanax adalah obat penenang. Lebih dan kurangnya seperti itu. Namun, bukan itu yang membuat Avi terkejut bahkan syok, melainkan kenapa Sisil membeli obat seperti itu?

Pertanyaan secara beruntun seolah mengambil alih isi pikiran Avi saat ini.

"Ah! Mungkin salah ngasih resep." gumam Avi dengan kata menuju ke apoteker. Mencoba postif thinking.

Avi meremuk kertas itu hingga berbentuk bola dan kusut. Kemudian melemparkannya ke tong sampah di dekat kasurnya. Dia berpikir, jikalau apoteker itu salah memberi resep obat, jadi, untuk apa dia memberikannya pada Sisil.

Tak lama ponsel Avi berdering menandakan ada panggilan masuk. Avi menekan tombol hijau dan panggilan pun tersambung.

"Halo kak?"

"Gua lagi di perjalanan mau pulang, lo mau nitip sesuatu nggak?" ucap Roy di sebrang sana.

Sontak kepala Avi naik turun mengangguk, yang pastinya Roy tidak melihatnya. "Mau martabak!"

"Oke."

"Martabak spesial rasa kej-"

Tut

Sambungan terputus sepihak membuat Avi menatap ponselnya kesal. Baru saja dia ingin mengatakan martabak spesial rasa keju, tapi sambungannya malah diputusin sepihak. Dasar Kakak no have akhlak!

***

To be continued

MY COUSIN MY HUSBAND [End]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang