"Om," Panggil anak perempuan dengan hijab pendeknya itu di depan teras rumah, "Ajarin naik motor dong."Gatra yang mendengar ajakan tersebut menaikkan satu alisnya, "Nggak, udah gede, mending belajar sebentar lagi UN."
Perempuan remaja itu justru tertawa mendengar jawaban ajudan Ayahnya yang sudah ia duga akan menolaknya. "Yah," kesahnya seakan dirinya bersedih.
Dengan lesu gadis itu melangkah ke parkiran dan menaikkan motor milik ayahnya. Tentu saja bobot motor itu tidak bisa ia topang dengan tubuh kecilnya. Sesaat kemudian motor tersebut mulai oleng tak tertahan karena kakinya tak bisa menyentuh tanah.
"Eh!" Pekik Gatra sebelum dirinya berlari dan sigap memegangi putri komandannya itu. Ia menarik napas beratnya dan mendongak siap memarahi gadis itu. "Kalo kamu jatoh gimana?! Nggak usah macem-macem, udah mending belajar biar dapet kampus negeri!" Omelnya.
Kana mendongak dengan senyum lebarnya menatap ajudan galak ayahnya itu. "Nggak jatoh 'kan tapi?" Ledeknya. "Lagian Om aku juga pengen bisa naik motor tau. Pengen bisa kemana-mana sendiri."
Gatra berdecak, "Kamu mau kemana emangnya?"
"Ya me time sendiri gitu jalan-jalan. Masa kalo keluar sama Om Gatra kalo nggak Ayah ama Ibu." Ucapnya dengan khayalan bisa berpergian sendiri.
"Macem-macem aja." Sahut Gatra sebelum ia membenarkan standart motor besar Sadiman. "Udah belajar sana, ujian sebentar lagi."
Kepala Kana menggeleng, "Om kenapa pengen banget aku masuk negeri?"
"Biar Ayah kamu seneng," Jawabnya singkat.
Kana berpikir sejenak, ayahnya tak pernah memintanya masuk perguruan tinggi negeri. Tak pernah juga membahas hal tersebut karena kesibukan pria itu. Ia baru tau semuanya dari Gatra.
"Orangtuanya Om seneng waktu dulu Om masuk akmil?" Tanyanya penasaran.
Gatra tentu saja mengangguk, "Iyalah, orangtua mana yang nggak seneng kalo anaknya dapet apa yang dia mau." Jawabnya tegas.
Kana memundurkan lehernya, galaknya Om Gatra ini benar-benar tidak ada obat. "Om jangan galak-galak tau," Ucapnya. "Nanti anak Om takut punya Bapak galak. Coba liat Ayah tuh, bentak aku aja hampir nggak pernah."
Gatra mendengus, "Galak ke kamu doang soalnya kamu nakal," Ucapnya. "Lagian saya masih muda, belum kepikiran punya anak."
Nakal?
Mungkin yang dimaksud nakal adalah Kanalura Dara P. Alias Pratanegara saat masih kelas tiga SMP dulu, ya saat pertama kali dirinya bertemu oleh Gatra. Saat ini tentu saja dirinya sudah berubah, jauh lebih dewasa.
"Dulu mungkin iya, sekarang udah nggak," Protesnya.
Gatra memanyunkan bibirnya, tidak setuju dengan protesan Kana barusan. "Apaan, HP mu disita Ibu gara-gara UAS malah toktikan 'kan."
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara Ajudan
Romance[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Ayo pengajuan," Suara berat itu berhasil membuat mata lawan bicaranya sontak terbelalak. "Tapi..." Kana menggantungkan kalimatnya, "Aku nggak mau semua ini cuma karena Ayah," ucapnya lesu...