40 | Pengajuan

22.8K 3.1K 477
                                    

HARAM BACA SEBELUM FOLLOW AKUN WATTPADKU‼️ yang ngeyel baca tapi belum follow liat akibatnya nanti😁

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


HARAM BACA SEBELUM FOLLOW AKUN WATTPADKU‼️ yang ngeyel baca tapi belum follow liat akibatnya nanti😁

Judul chapter yang ditunggu-tunggu banget ga ni bestie? Vote komennya jangan lupa ya😘

___________

Rumah dengan dinding yang terasa dingin itu menghantui Kana setiap harinya. Meskipun kini ia tak lagi sendiri karena ada Gatra dan temannya, Patra, di dalam rumah ini, dan entah mengapa Kana merasa berbeda.

Tangan kekar Gatra membalut luka di nadi gadis yang sedari tadi terbungkam, tak berani membuka mulutnya sama sekali. Siapa yang tidak takut melihat ekspresi Gatra saat ini?

"Kamu itu kalo mau ngelakuin sesuatu dipikir panjang bisa 'kan?" Ketus pria itu. "Kalo saya sama Patra telat sedikit, udah wassalam kamu."

Kana hanya mendongak sebelum menunduk kembali. Tak berani bertatap langsung dengan aura galak pria yang ia cintai diam-diam itu.

Ditambah, fokusnya kini penuh pada Gatra yang dengan kesadarannya menyentuh perempuan yang bukan mahram baginya. Lupakah dia perkara itu?

"Denger nggak kalo saya ngomong?!" Omel Gatra lagi.

Suara Gatra membuat Kana sedikit tersentak, "De---denger, Om.."

"Kamu pikir kalo kamu ngelakuin gini bakal lebih baik hidupmu di sana? Bakal enak? Lupa kamu kalo di sana mesti dipertanggungjawabkan apa-apa yang kamu lakuin di sini?" Omel pria itu lagi.

Bahkan untuk menangis karena omelan Gatra saja Kana tak mampu. Kata-katanya memang menohok tapi benar adanya. Apakah Kana sepercaya diri itu untuk menghadapi alam selanjutnya?

"Brur, santai lah dikit," Tegur Patra yang mendengar Gatra mengomel sedari tadi. "Kau lupa apa yang terjadi tadi? Lagian dia perempuan, jangan kasar."

Tentu saja netra Kana terangkat menatap sosok jangkung yang bersandar di kusen pintu. Pikirannya melayang sejenak, sepertinya ia tak asing dengan paras pria itu.

Sementara, Gatra menghela napasnya. Ia berdiri menjauh dari Kana untuk menetralisir emosinya. Percayalah, Gatra marah karena dirinya begitu khawatir. Bayangkan saja kalau di jalan macat atau ada kendala sehingga ia telat bertemu Kana, apa yang terjadi?

Gatra akan kehilangan gadis itu untuk selamanya.

"Kana, dengar saya," Suara berat Gatra yang kini terdengar lembut masuk tanpa permisi ke telinga Kana, "Kamu nggak sendirian. Ada saya, ada Om Patra." Tutur Gatra saat dirinya sudah merasa lebih baik.

"Maaf saya malah marah-marahin kamu tadi," Ucap Gatra yang merasa bersalah.

Permintaan maafnya itu justru membuat Kana menoleh pada Gatra dan terkekeh pelan, kekehan yang justru terdengar seperti sedang mengejeknya. "Om Gatra kapan sih nggak marah-marahin aku? Aku udah kebal. Mending Om-om ini pulang aja deh, udah malem, ntar kena pelanggaran loh."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang