Hujan semakin lebat, daun-daun berguncangan serta kilat yang hadir bagai diundang. Dinginnya udara membuat gadis yang berdiri di sudut gerbang itu mengusap-usap tubuhnya dengan cepat.Hari sudah menjelang malam, suara azan maghrib pun mulai berkumandang. Cahaya matahari sudah mulai berpamitan, namun batang hidung Gatra tak kunjung ia tampakkan.
"Dia off terus dah?" Kesal Kana karena ponsel Gatra hanya menunjukkan centang satu saja.
DUAR!!
Suara geluduk diiringi kilat putih itu berhasil membuat Kana menunduk dan menutup telinganya. Demi Tuhan ia sangat takut. Suara petir itu begitu besar dan nyaring, seakan siap meluluhlantakkan bumi dan seisinya.
"Ya Allah, Ayahh, Ibuu huuaa petir!" Kana menunduk dan menutup matanya. Tak terasa basah air di tubuhnya karena tak ada tempat untuk berteduh juga membasahi matanya.
Kaki Kana berjongkok, ia menutup kepalanya dengan tas ransel yang ia bawa. Ia pasrah kalau besok harus masuk angin, yang jelas ia berdoa agar Tuhan menyelamatkannya dari cuaca buruk hari ini.
"Tolong jangan kirim geluduk lagi ya Allah," Bisik Kana yang masih menunduk. "Kana takut..."
Kalau petir menyambar lagi, Kana tak tahu harus sembunyi dengan apalagi. Bisa saja dirinya lah yang menjadi sasaran empuk petir tersebut untuk menyambar.
"Huaa Rayan maafin aku udah ngerepotin kamu..." Kana masih memejamkan matanya sembari berceloteh. "Harusnya aku dengerin kalian tapi... Om Gatra lebih menggoda..."
Kilat putih tiba-tiba terbit dan terlihat begitu kontras membuat jantung Kana seakan berhenti berdegup karena rasa takut dan phobianya mulai menjadi. Gadis itu hanya menunduk di bawah tasnya dan menangis.
Jalanan terlihat sepi, jarang sekali kendaraan berlalu-lalang karena hari sudah mulai malam.
"Ya Allah... Om Gatra kemana?" Tanyanya. Kilat dan petir kembali menyambar, membuat Kana lagi-lagi menutup mulutnya.
Kali ini lebih besar lagi, Kana merapat pada gerbang dan menutup matanya, mempersiapkan jantungnya untuk bunyi petir yang begitu besar. "Tolong Ya Allah..." Gumamnya.
Saat itu juga, Allah seakan mengirim pertolongan baginya. Payung hitam besar melindungi tubuhnya dari dinginnya air hujan.
"Kenapa nggak pulang sendiri naik taksi online aja sih?!"
DUAR!
Bersamaan dengan suara Gatra yang ketus, suara petirpun tak ingin kalah, hingga ia berhasil meredam suara Gatra yang siap membuat Kana lebih bersedih lagi. Kepala Kana sontak mendongak untuk melihat siapa gerangan yang melakukan hal tersebut.
"O--Om?" Panggil Kana hampir tak terdengar suaranya karena tubuh yang menggigil.
Gatra berdecak dan mengusap wajahnya. Apa yang ia lakukan barusan? Kana sudah setia menunggunya di bawah derasnya hujan dan kilatan petir yang begitu ia takutkan. Dengan bodohnya Gatra memaki itu?
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara Ajudan
Romance[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Ayo pengajuan," Suara berat itu berhasil membuat mata lawan bicaranya sontak terbelalak. "Tapi..." Kana menggantungkan kalimatnya, "Aku nggak mau semua ini cuma karena Ayah," ucapnya lesu...