114B | Sang Kambing Hitam

6.5K 655 29
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💕Shopee & Instagram = mowteaslim💕Wa = 0896032104731

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


💕Shopee & Instagram = mowteaslim
💕Wa = 0896032104731

___________

"Ayah!" Pekik Kana saat melihat ayahnya keluar dari jeruji besi yang membatasi pengujung. "Kenapa Ayah nggak jujur?! Kenapa Ayah nutup-nutupin semuanya?! Kenapa?! Kenapa harus Abang... hiks..."

Wanita itu tak kuasa lagi menahan tangisnya. Sudah cukup tangannya memukul dada sang ayah untuk menunjukkan seberapa besar rasa kecewanya kali ini. Kalau Sadiman tidak menutupi perbuatannya, ia yakin tak akan sefatal ini.

"Ada apa, Nak?" Sadiman yang mencintai putrinya sepenuh hati itu dengan lembut justru merengkuh tubuh Kana yang menangis deras. Ia paham, Kana bukan tipe anak yang mudah menangis. Bila putrinya sudah mengeluarkan air mata, artinya sesuatu yang menyakitkan telah ia alami.

"Ayah... hiks..." Kana mendongak menatap keriput tua wajah milih Ayahnya. "Kenapa? Kenapa Ayah ngorbanin diri Ayah sendiri sejauh ini? Kenapa, Ayah?!"

"Hiks..." Isakannya tanpa sadar tak mudah ia tahan. "Detik Kana tau Ayah dituduh ngelakuin hal ini sama sekali nggak bisa bikin Kana percaya."

Baju yang Sadiman kenakan bahkan terasa basah terkena air mata satu-satunya pelipur lara di dunia. "Ayah Kana bukan koruptor, Ayah Kana bukan orang yang tamak..." Gumam Kana sebelum lagi-lagi kembali menangis.

Hati Sadiman bergetar bukan main. Cepat atau lambat Kana akan mengetahui apa-apa yang terjadi, sekalipun banyak pesannya pada Gatra untuk tidak membiarkan Kana sibuk memikirkan kasus ayahnya. Biar saja, anak muda itu fokus dengan pendidikan dan mimpinya terlebih dahulu.

Tapi lihatlah. Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya. Putrinya persis seperti Sadiman, tak akan diam saat sesuatu terasa tidak normal.

Tangan yang mulai keriput milik Sadiman itu bergerak ke kepala putrinya dan mengelus pelan di sana. Tanpa sadar, matanya sudah digenangi dengan linangan air. Ia bahkan sudah siap apabila harus menerima hukuman ini daripada menyaksikan keluarganya teraniaya.

"Nak..." Panggil Sadiman pelan. "Kana nggak perlu bergerak sejauh ini untuk Ayah. Kana hanya perlu belajar dan berbahagialah. Perkara ini bukan sesuatu yang mudah, pasti akan membebankan kalian berdua."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang