Tangan Kana mengusap sisa air mata yang membasahi kedua pipinya. Kakinya melangkah menuruni anak tangga dan mendapati sosok yang dalam diam ia cintai masih berada di sana."Kapan kamu mulai masuk kampus?" Tanya Gatra saat matanya melirik Kana berada di depannya.
Seperti biasa, Hapsari masih enggan keluar kamar. Hatinya masih tidak terima dengan Gatra yang notabenenya seorang ajudan tapi melihat komandannya diseret, ia diam seribu bahasa.
Hapsari mengutuk perbuatannya.
"Emm," Kana berpikir sejenak, "Jadwalnya minggu depan, minggu depannya lagi baru masuk ospek." Tuturnya.
"Yaudah, pokoknya ati-ati, jangan nakal." Pesannya pada Kana. Mungkin saat ini, tak ada yang bisa menjaga gadis itu selain dirinya sendiri.
Gatra menatap kedua mata gadis itu yang telihat sembab. Menangiskah dia? Tanyanya dalam hati. "Jangan keseringan nangis, Ayahmu makin sedih kalo tau anaknya di rumah nangis terus." Ucap Gatra sembari memasukkan sesuatu ke dalam tas miliknya.
Ah, Gatra menyadarinya ya. Sebenarnya memang hati Kana masih merindukan sang ayah, tapi kali ini, air mata Kana mengalir sebab dirinya tak rela harus kehilangan sosok Gatra.
Bagaimana caranya agar dia tak lagi menangis bila dua pria yang dicintainya harus meninggalkannya dalam kondisi seperti ini?
Kana berdehem pelan, "Iya sip, nggak nangis lagi," Tutur Kana yang mencoba untuk tidak merasa sedih. Ia pasti akan diterpa kerinduan terhadap dua pria yang ia sayang. "Om naik apa?"
"Ojek online, nanti lanjut naik bus ke pelabuhan," Jawab Gatra pada gadis berjilbab bergo itu. Ia sedikit banyak bahagia juga karena Kana memutuskan untuk menutup aurat di hadapannya sekarang.
Tin!
Suara klakson motor dengan ciri-ciri seperti yang diinfokan di aplikasi terdengar nyaring. Gatra segera mengangkat tas berbobot lebih dari sepuluh kilo itu ke atas punggungnya.
"Itu muat ditaro di motor?" Tanya Kana penasaran barang seberat itu akan ditaroh dimana.
Tentu kepala Gatra mengangguk, "Saya gendong tas ini."
"Sumpah? Nggak pegel tuh pundak? Jauh loh pelabuhan," Celetuknya. Kana secara tidak langsung menyamakan tenaganya dengan tenaga Gatra yang jelas jauh lebih kuat darinya. Jangankan menggendong tas seberat itu, tas sekolah saja Kana jarang melengkapi dengan banyak buku tebal. "Nggak naik mobil aja, Om?"
Ia tak suka menenteng barang-barang berat. Dari kecil juga Ayahnya tak membiasakan itu, khawatir pertumbuhan Kana terhambat. Terlebih Kana sudah terbiasa kemana-mana naik mobil.
"Beratan gendong kamu kayaknya," Timpal Gatra dengan nada mengejeknya. Jelas berat Kana jauh lebih besar daripada tas itu.
Kana mendengus, "Sok tau ewwh. Pernah juga enggak," Protesnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara Ajudan
Romance[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Ayo pengajuan," Suara berat itu berhasil membuat mata lawan bicaranya sontak terbelalak. "Tapi..." Kana menggantungkan kalimatnya, "Aku nggak mau semua ini cuma karena Ayah," ucapnya lesu...