30 | Meredam Kekecewaan

19.2K 2.4K 143
                                    

Vote sama komen ya!❤️

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Vote sama komen ya!❤️

_______________

Telepon berdering terus menerus, tak memberikan jarak dari satu panggilan ke panggilan lain itu hampir berhasil memecahkan kepada Mayjen Sadiman Pratanegara. Tangan yang mulai mengerut karena usia itu memijat keningnya yang luar biasa pening.

Pintu ruangannya terbuka, menampakkan Gatra yang membawa berkas-berkas kebutuhan Sadiman

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Pintu ruangannya terbuka, menampakkan Gatra yang membawa berkas-berkas kebutuhan Sadiman.

"Lapor, Komandan, semua lengkap."

Sadiman mengangguk dan memeriksa berkas-berkas tersebut. Mungkin berkas-berkas ini bisa menolongnya nanti.

"Tra," Panggil Sadiman. "Kali ini biarkan saya bicara bukan sebagai atasanmu," Ucap Sadiman menatap nanar pada tajam mata perwira muda itu.

"Siap, Komandan!" Sahut Gatra yang sudah mengetahui apa yang mungkin akan dibicarakan komandannya itu.

Mungkin sudah waktunya apa-apa yang Gatra curigai akan terbongkar hari ini.

Sadiman keluar dari kursi kebesarannya dan menghampiri Gatra, mengisyaratkan pria tersebut untuk mengikutinya dan duduk di sofa. Sadiman memejamkan matanya sejenak, berpikir bagaimana menyampaikan pada Gatra.

"Gatra Jenggala, 26 tahun, anak sulung dari dua bersaudara. Ditinggal mati ayahnya yang merupakan seorang petani karet dan kini harus menghidupi ibu dan adik perempuanmu," Ringkasan itu sudah dihapal betul oleh Sadiman di luar kepala.

Gatra mengangguk tegas, "Betul, Ndan."

"Waktu saya nggak lama lagi, Tra, mereka semakin dekat," Ucapan Sadiman terdengar pasrah. "Saya harus mempertanggungjawabkan apa yang sudah saya perbuat."

Sadiman melirik Gatra yang terdiam, "Apa yang kamu pikir tentang saya itu benar, Tra." Tuturnya. "Saya lakukan semuanya."

Pria itu terdiam dengan tubuh tegapnya tak bisa mengutarakan apapun dari bibir tipisnya itu.

Sadiman menyadarkan punggung pada sofa empuk itu, "Istri saya mungkin akan langsung menceraikan saya saat itu juga dan mungkin saja langsung pulang ke rumah orangtuanya." Tuturnya. "Dan bebas menikah lagi dengan pria lain yang dia inginkan sesuka hatinya."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang