"Aduuuh, Ibuuu!!" Pekik Kana yang telinganya menjadi sasaran amuk Hapsari.
Suara pekikan dari dapur terdengar jelas oleh Gatra dan Sadiman. Mereka saling bertatapan sebelum Sadiman menggidikkan bahunya, tak ada yang bisa ia lakukan untuk melawan istri tercintanya itu.
"Nggak bisa apa-apa saya kalo Ibu udah ngamuk," Gumam Sadiman yang pasrah. Kalau Gatra menilai, besarnya cinta Sadiman menjadikannya pria yang sungkan pada istrinya.
Gatra berdehem, "Saya cek dulu, Ndan." Ujarnya yang mendapat anggukan Sadiman.
"Guci Ibu ini dari Jerman, Kana! Aduuuh gimana ini gusti!" Hapsari tak tahu lagi hatinya sedih melihat guci tak bersalah itu sudah berserakan di dalam kamar Gatra.
Kana mendelik, "Ibu 'kan bisa ajak Ayah ke Jerman beli guci itu lagi." Ujarnya yang justru jepitan jari sang ibu di telinga semakin keras.
"Awww Ibuu! Sakit huu, Ayaah!" Panggilnya meminta pertolongan Sadiman.
Hapsari memukul lengan Kana, "Kalo ngomong seenaknya! Dikira Ayahmu nggak kerja di sini!" Omelnya pada putrinya itu.
Betul sih, Ayahnya pasti bekerja.
"Tap---tapikan bisa cuti tau!" Kesal Kana. "Ibu kalo marah-marah cepet keriput loh."
Mendengar ucapan itu, Hapsari melepas jemarinya dari telinga Kana. Ia menyentuh wajah mulusnya perlahan. "Begitu ya? Kamu tau dari mana?"
"A...ah itu.." Kana membuang tatapannya, gelagapan. "Internet!"
"Bu Hapsari," Suara berat Gatra masuk di antara perdebatan keduanya. "Saya minta maaf sebelumnya."
Hapsari mendongak, menatap tinggi tubuh Gatra yang menunduk. "Kenapa kamu yang minta maaf, Tra. Si Kana ini anak kok ceroboh, kebiasaan."
Kepala Gatra menggeleng, "Bukan Kana yang mecahin guci itu, Bu."
Hapsari melebarkan matanya, tidak percaya dengan apa yang ia dengar barusan. "Heh?!"
"Tapi saya," Ucap Gatra. "Saya yang pecahkan guci Ibu. Saya minta maaf, Bu, InshaAllah secepatnya saya ganti."
Kali ini Kana yang semakin terpukau dengan Gatra yang begitu jantan. Padahal jelas-jelas Kana lah yang memecahkannya, tetapi mengapa pria itu memasang badan untuknya?
Tanpa Kana sadari, pipinya menghangat. Walaupun hanya melindunginya dari sang Ibu, nyatanya hal itu sangat manis sekali.
"Ngapain kamu senyum-senyum!" Seru Hapsari pada putrinya.
Pikiran Kana kembali lagi, "Yah 'kan Ibu yang salah. Bukan aku yang mecahin tapi Om Gatra. Marahin tuh."
Lirikan maut Hapsari pada putrinya berubah hangat kala senyuman kikuk itu muncul. Astaga, dia sudah salah menuduh putrinya sendiri.
"Anak Ibu, makan dulu sana." Tuturnya melembut pada Kana sembari menepuk bahu gadis itu. "Makan dulu, Tra."
"Lah?" Kana melongo, hanya segitu saja? "Kok nggak dimarahin Om Gatra nya?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara Ajudan
Romance[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Ayo pengajuan," Suara berat itu berhasil membuat mata lawan bicaranya sontak terbelalak. "Tapi..." Kana menggantungkan kalimatnya, "Aku nggak mau semua ini cuma karena Ayah," ucapnya lesu...