100 | Ibadah Malam (18+)

14.3K 721 17
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💕Shopee/ig : mowteaslim💕 WhatsApp : 0896032104731

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

💕Shopee/ig : mowteaslim
💕 WhatsApp : 0896032104731

_____________

PLAYLIST ⏯️ Cinta (Naura Ayu)

_____________

Vote dan comment biar author tetep semangat ngelanjutin cerita ini di wattpad:)

_____________
Tumpukan buku di hadapannya tak mampu membuat Kana benar-benar fokus pada kegiatannya. Kepalanya masih penuh pertanyaan akan siapa sebenarnya RVS? Siapa Roy? Mengapa pria itu tahu banyak mengenai kasus Ayahnya? Mengapa pria itu langsung mencoba menjangkaunya? Bukankah biasanya sesuatu harus melalui Gatra dulu yang notabenenya adalah mantan ajudan?

Mengapa langsung pada Kana yang tidak mengerti apa-apa?

"Dek, coba liat ini," Panggil Gatra pada istrinya yang tengah berpikir keras. Saat mendengar sang suami memanggilnya, segera saja menoleh pada Gatra yang bersandar di ranjang.

Dalam pandangannya, Kana masih terpesona dengan cara Gatra memanggilnya saat ini. Tuturnya lebih menghargai dirinya, beda sekali dengan Gatra yang dulu.

Bukan hanya menoleh, Kana melangkah dan duduk di sebelah Gatra sembari menatap apa yang pria itu tunjukkan di layar ponselnya. "Apa ini, Bang?" Tanya Kana kebingungan.

"Guci," Jawab Gatra. "Biar di depan pintu kamar Abang dulu nggak sepi-sepi banget. Gucinya 'kan Adek pecahin."

Kana terdiam dengan tatapan sendu pada Gatra. Ia jadi teringat pada Hapsari dan bagaimana Gatra mengorbankan dirinya sendiri demi Kana.

"Dulu ada yang ngambek karena Ibu nggak marahi Abang," Ucap Gatra bernostalgia pada momen itu dengan kekehan di bibirnya. "Padahal waktu tau Adek yang mecahin, Ibu marah-marah."

Bibir Kana ditekuk sebab ia merasa jengkel. Kalau mengingat momen itu, Kana jadi semakin merindukan momen hangatnya dulu. "Iya, nggak adil ya? Kata Ayah karna Abang anak orang jadi Ibu nggak berani marahin."

"Tapi anaknya Ibu malah dimarah-marahin sama Ibu nya orang lain," Celetuk Gatra menyadari ketidakadilan di kehidupannya.

"Enggak, itu 'kan masa lalu," Cengiran di bibir istrinya yang binar mata keikhlasannya selalu terpancar itu kembali hadir. "Sekarang Mak udah sayang Kana."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang