112 | Hutan Buringin

7.2K 713 51
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersihkan usus ba'da idul adha yuk! Siapa yang bb naik drastis abis nyate?  Langsung aja checkout sekarang gratis ongkir!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bersihkan usus ba'da idul adha yuk! Siapa yang bb naik drastis abis nyate?  Langsung aja checkout sekarang gratis ongkir!

💕Shopee/ig : mowteaslim
💕 WhatsApp : 0896032104731

____________

Chapter ini PANJANG jangan pelit VOMMENT!

____________

"Kenapa?" Monolog Kana sembari menyandarkan tubuhnya di atas sofa rumahnya. Matanya menatap televisi yang menyala, tetapi pikirannya melayang entah kemana. "Kenapa buat kebaikan Kana sama Ibu? Astaghfirullah! Abang tuh susah banget ya langsung ngomong aja?"

Tapi Gatra pernah bilang, sekalipun ia berkata segalanya juga tak ada gunanya bagi Kana. Akan sulit dipercaya segala ucapan Gatra sebab bukti yang diberikan Roy jauh lebih kuat.

Bahwa Gatra adalah seorang pengkhianat.

Sehina-hinanya manusia adalah yang mampu berkhianat pada atasan yang telah mempercayainya.

Sekarang kurang apa Ayah Ibunya selama ini pada Gatra? Kurang baik apa mereka sebagai atasan yang memperlakukan pria itu bahkan sudah seperti bagian dari keluarganya sendiri? Mengapa Gatra justru tega mengkhianati kepercayaan Ayahnya?

"Apa kebaikan dari berkhianat?" Monolognya lagi. "Pengkhianat itu nggak ada obat dan nggak bakal tobat. Orang selingkuh aja susah sembuh 'kan?"

"Kau ini mikir apa?" Sahut suara Mak Samil yang berjalan dari arah dapur membawa puding tradisional buatannya. "Mustahil Abang itu selingkuh di sana. Kau belah ni telinga Mak kalau sampai suami kau itu main belakang."

"Eh?" Kana melirik mangkuk berisi puding yang disodorkan padanya. Tentu ia menerima dengan senang hati beserta senyum merekahnya. "Emang Abang setia banget ya, Mak? Huh, Kana khawatir, mana jarang komunikasi."

Mak Samil meluruskan kakinya sembari menonton tayangan televisi, "Dia pergi jauh ke ujung pulau itu buat kau juga, buat menghidupi kau, hidupi Mak, hidupi Adiknya, tak elok kalau kau risaukan begitu," Jelasnya. "Apalagi kau juga bunting, ah sudahlah tak akan mungkin Abang ada hati."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang