43 | Menghadap Pusara

19.9K 3K 270
                                    

Playlist ~ Tak Ingin Usai (Keisya Levronka)

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Playlist ~ Tak Ingin Usai (Keisya Levronka)

WAJIB DIDENGAR! Aku nulis ini nangis-nangis sambil denger playlist 😭 PASTIKAN SUASAN KONDUSIF.

____________

Mau aku rajin up? Rajin vote komen juga yuk:)
____________

Happy reading!

•••••••••••••••••••••••

Tersadar, ku tinggal sendiri,
Merenungi semua yang tak mungkin,
Bisa ku putarkan kembali seperti dulu,
Ku bahagia tapi semuanya telah hilang.

•••••••••••••••••••••••


Kaki Kana berdiri tepat di sebelah sosok tinggi semampai mantan ajudan ayahnya yang sigap dengan tangan kiri memegangi payung hitam agar gadis itu tidak terlalu kepanasan. Pria itu sama sekali tak menghiraukan tubuhnya sendiri yang diterpa panasnya sinar matahari.

Pusara itu masih harum nan basah, begitupun hati Kana yang masih berat menerima semua kenyataan yang ada.

Sudah usai tangisnya, sesak di dadanya tak lagi mampu menimbulkan air mata. Entah habis atau bagaimana, yang Kana tau matanya terasa kering. Bahkan untuk menangis saja sudah sampai ditahap sedikit air mata dan banyak pening kepala.

Tapi, semua itu tak mampu meredakan sesak di kalbunya.

Kana menunduk, tubuhnya berlutut agar mampu menyentuh papan nisan mediang sang ibu. Diusapnya papan itu pelan dengan tatapan kosongnya.

"Assalamu'alaikum, Ibu," Sapanya pelan pada pusara Hapsari. "Maafin Kana yang baru dateng lagi ya, Bu..." Gumamnya menyadari bahwa hatinya masih belum mampu menerima.

"Jujur... sekalipun Kana nggak pernah bayangin bakal sendirian di dunia ini, Bu..." Ucapnya lagi. "Kana masih dan bakal selalu butuh Ayah sama Ibu."

Gadis itu menunduk dengan satu tangannya menyentuh nisan ibunya. Ternyata air mata yang ia kira sudah kering itu kembali lagi ke permukaan dan jatuh begitu saja menyatu dengan tanah basah yang mengubur Ibunya.

"Maaf kalo Kana masih berharap semua ini mimpi dan Ibu sama Ayah kembali lagi ke hidup Kana," Ucapnya pelan. Suara pelan itu nyatanya masih mampu didengar sang ajudan yang masih berdiri memayungi gadis itu.

Dengan lembut gadis itu lagi-lagi mengelus nisan ibunya. Membayangkan apa yang dia sentuh itu adalah pipi halus awet muda milik Hapsari yang begitu ia sayangi.

"Malem itu, Kana pikir lebih baik buat nyusul Ibu. Di sana nyaman ya, Bu? Ibu bahagia 'kan? Kana juga mau bahagia bareng Ibu lagi," Tuturnya bermonolog.

Malam sunyi itu menjadi latar bahwa dinginnya dinding kamar bersaksi akan ketidaksanggupan gadis muda bernama Kana untuk menerima keadaan. "Kana hancur, Bu, bahkan serpihan kehancuran itu nggak mampu lagi Kana genggam."

Dara AjudanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang