"Mas sebenernya mau jodohin Kana sama Gatra apa gimana ceritanya?!" Suara Hapsari terdengar dengan nada cukup tinggi. Membuat suaminya sontak menoleh dan terkekeh dengan reaksi yang ditunjukkan oleh sang istri.
Jemari perwira tinggi itu mencubit gemas hidung istri yang begitu setia mendampinginya hingga kini, "Kalo iya gimana, Ri?" Tanyanya.
Hapsari tentu saja tak habis pikir dengan jalan pikiran suaminya sendiri. "Mas jangan macem-macem deh." Ucapnya. "Lagian Gatra juga belum tentu mau sama Kana, kamu nggak liat gimana petakilannya anak itu?"
"Ah, enggak juga. Kana anak baik kok, nurut orangtua, apanya petakilan?" Tanya Sadiman pada istrinya itu.
Hapsari berdecak, "Mas, Gatra itu perwira, pastilah dia juga cari perempuan yang paling enggak setara sama dia. Liat Kana, dia masih sekolah, belum keliatan juga dia bakal jadi apa nantinya."
"Hush! Kamu tuh harus percaya sama anakmu sendiri. InshaAllah jadi orang sukses nanti." Bela Sadiman pada putrinya. "Aku juga nggak bermaksud menjodohkan mereka sekarang kok, Ri."
"Terus ngapain nanya-nanya ginian sekarang?" Tanyanya.
"Nggak tau, Ri," Sadiman menghela napasnya dan menatap langit-langit kamar mereka. "Kamu tau pekerjaanku cukup berisiko 'kan?"
Hapsari mengangguk paham. Sebelum pengajuan menikahpun ia sudah diultimatum dengan jenis pekerjaan suaminya kelak.
"Kalo suatu saat aku harus ninggalin dia," Sadiman menggantungkan kalimatnya. "Aku ngerasa tenang kalo Kana bersama Gatra, Ri."
Tiba-tiba tangan lembut Hapsari memukul lengan kekar suaminya itu. Tidak terima dengan apa yang Sadiman katakan barusan.
Apa katanya? Meninggalkan Kana?
"Apa sih, Mas?! Kamu kalo ngomong kemana-mana males ah udah aku mau tidur." Seru Hapsari yang langsung memunggungi suaminya itu.
"Tapi 'kan bener toh, Ri." Ucap Sadiman. Melirik punggung istrinya.
Hapsari menoleh kesal ke arah suaminya, masih bisa-bisanya suaminya itu membahas hal itu lagi? "Emang kamu mau kemana hah?! Ninggalin kemana?" Sahutnya. "Kalo ngomong nggak usah macem-macem aku nggak suka!"
Pemberontakan yang terjadi di waktu lampau, Sadiman dikerahkan oleh komandannya untuk terjun langsung sebagai pasukan pengamanan. Di sana banyak prajurit gugur, dan semua itu menimbulkan trauma bagi Hapsari yang notabenenya harus sudah harus siap bila sewaktu-waktu kehilangan suaminya.
"Ri..." Panggil Sadiman dan menyentuh telapak tangan sang istri. "Kamu nangis?"
Benar saja, Hapsari memilih diam, tak menjawab perkataan Sadiman barusan. "Aku minta maaf, Ri," Suara sang suami terdengar semakin lunak. "Aku di sini kok, nggak ninggalin kamu."
Perkataan itu membuat Hapsari akhirnya membalikkan badan menghadap sang suami. Ditatapnya wajah lelah Sadiman, di pundaknya terdapat bekas luka akibat senjata tajam yang langsung dielus oleh wanita itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Dara Ajudan
Romance[CERITA DIPRIVATE, FOLLOW DULU SEBELUM BISA BACA LENGKAP!] "Ayo pengajuan," Suara berat itu berhasil membuat mata lawan bicaranya sontak terbelalak. "Tapi..." Kana menggantungkan kalimatnya, "Aku nggak mau semua ini cuma karena Ayah," ucapnya lesu...